Jumat, 15 November 2013

BAB 9-10 MANUSIA DAN TANGGUNG JAWAB

A.  PENGERTIAN TANGGUNG JAWAB
            Tanggung  jawab  menurut  kamus umum Bahasa Indonesia adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Sehingga bertanggung jawab menurut kamus umum bahasa Indonesia adalah berkewajiban menanggung,memikul jawab, menanggung segala sesuatunya, atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya. Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya  yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tangung  jawab juga  berarti berbuat  sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.
            Seorang mahasiswa mempunyai kewajiban belajar. Bila belajar, maka hal itu berarti ia telah memenuhi kewajibannya. Berarti pula ia telah bertanggung jawab atas kewajibannya. Sudah tentu bagaimana kegiatan belajar si mahasiswa, itulah kadar pertanggungjawabannya. Bila pada ujian ia mendapat nilai A, B atau C itulah kadar pertanggung-jawabannya.
            Bila si mahasiswa malas belajar, dan ia sadar akan hal itu. Tetapi ia tetap tidak mau Belajar dengan alasan capek, segan dan lain-lain. Padahal ia menghadapi ujian.Ini berarti bahwa si mahasiswa tidak memenuhi kewajibannya,berarti pula ia tidak bertanggung jawab.
            Tanggung jawab adalah ciri manusia beradab (berbudaya). Manusia merasa bertanggung jawab   karena  ia menyadari akibat baik atau buruk perbuatannya itu, dan menyadari pula bahwa  pihak lain memerlukan pengabdian atau pengorbanannya.Untuk memperoleh atau meningkatkan  kesadaran  bertanggung  jawab perlu ditempuh usaha melalui pendidikan,penyuluhan, keteladanan, dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
B.   MACAM-MACAM  TANGGUNG JAWAB
            Manusia  itu berjuang  memenuhi  keperluannya  sendiri atau untuk keperluan  pihak lain. Untuk  itu ia manghadapi  manusia  lain dalam masyarakat  atau menghadapi  lingkungan  alamo Dalam usahanya  itu manusia juga menuadari  bahwa ada kekuatan  lain yang ikut menentukan yaitu  kekuasaan   Tuhan.   Dengan  demikian  tanggung  jawab   itu  dapat  dibedakan   menurut keadaan  manusia  atau hubungan  yang dibuatnya.  Atas dasar  ini, lalu dikenal  beberapa jenis tanggung  jawab,  yaitu  :
(a)  Tanggung jawab terhadap diri sendiri
            Tanggung jawab terhadap diri sendiri menuntut kesadaran  setiap orang untuk memenuhi kewajibannya  sendiri dalam mengembangkan  kepribadian  sebagai  manusia pribadi. Dengan demikian  bisa memecahkan  masalah-masalah  kemanusiaan  mengenai  dirinya sendiri Menurut sifat dasamya  manusia  adalah mahluk bermoral, tetapi manusia juga seorang pribadi. Karena merupakan  seorang  pribadi  maka  manusia  mempunyai pendapat  sendiri, perasaan sendiri angan-angan  sendiri. Sebagai perwujudan dari pendapat, perasaan dan angan-angan  itu manusia berbuat  dan  bertindak.  Dalam hal ini manusia tidak luput  dari  kesalahan,  kekeliruan,baik yang  disengaja maupun tidak.
Contoh:
            Rudi membaca  sambil berjalan. Meskipun sebentar-sebentar  ia melihat jalan,  tetap juga  ia lengah, dan terperosok  ke sebuah  lobang.  kakinya terkilir. Ia menyesali dirinya sendiri akan  kejadian itu.Ia harus beristirahat dirumah beberapa  hari. Konsekwensi tinggal di rumah beberapa  hari merupakan tanggung jawab sendiri akan kelengahannya.
(b)  Tanggung jawab terhadap keluarga
            Keluarga  merupakan  masyarakat  kecil. Keluarga  terdiri dari suami-istri.  ayah-ibu  dan anak-anak.  dan juga  orang lain yang menjadi  anggota keluarga.  Tiap anggota  keluarga  wajib bertanggung jawab  kepada keluarganya. Tanggung jawab  ini menyangkut  nama baik keluarga. Tetapi tanggung  jawab juga merupakan kesejahteraan, keselamatan. pendidikan, dan kehidupan.
 Contoh  :
            Seorang  ibu telah  dikarunia  tiga  anak, kemudian  oleh  sesuatu  sebab suaminya meninggal  dunia, karena ia tidak mempunyai  pekeIjaan/tidak beketja  pada  waktu  suaminya  masih  hidup  maka  demi  rasa tanggung jawabnya   terhadap  keluarga  ia melacurkan  diri.
            Ditinjau  dari segi moral hal ini tidak bisa diterima  karena  melacurkan diri  tennasuk   tindakan  di kutuk,  tetapi  dari  segi  tanggung  jawab   ia tennasuk   orang  yang  dipuji.  karena  demi  rasa  tanggung  jawabnya terhadap  keluarga  ia rela berkorban  menjadi  manusia  yang  hina  dan dikutuk.
 (c) Tanggung  jawab terhadap Masyarakat
            Pada hakekatnya  manusia  tidak bisa hidup tanpa bantuan  manusia  lain. sesuai dengan kedudukannya   sebagai  mahluk  sosial.  Karena  membutuhkan   manusia  lain  maka  ia  hams berkomunikasi  dengan  manusia  lain  tersebut.  Sehingga  dengan  demikian  manusia di  sini merupakan  anggota masyarakat  yang tentunya mempunyai  mempunyai tanggung jawab  seperti anggota masyarakat  yang lain agar dapat melangsungkan  hidupnya dalam masyarakat  tersebut Wajarlah  apabila segala tingkah laku dan perbuatannya  harus dipertanggung  jawabkan  kepada masyarakat.
Contoh:
            Hanafi  terlalu congkak  dan sombong, ia mengejek dan menghina pakaian  pengantin  adat Minangkabau.  Ia tidak memakai  pakaian  itu, bahkan  penutup  kepala  yang dikeramatkan  pun semula ditolak. Tetapi setelah ada ancaman dari pihak  pengiring, terpaksa Hanafi mau memakainya  juga.  Di dalam  peralatan  itu hampir-hampir pernikahan dibatalkan,karena  timbul perselisihan  antara pihak  kaum  perempuan dengan  pihak kaum laki-laki.  Pangkalnya  dari Hanafi juga.  Ia berkata pakaian mempelai  yang masih sekarang dilazimkan  di negerinya,  yaitu pakaian secara zaman dahulu, disebutkannya cara anak komedi Istambul. Jika ia dipaksa  memakai  secara  itu, sukalah  urung  sahaja,  demikian katanya dengan pendek. Setelah timbul pertengkaran  di dalam keluarga pihaknya  sendiri  akhimya  diterimalah,  bahwa ia memakai  smoking, yaitu jas hitam, celana hitam, dengan berompi dan berdasi putih. Tetapi waktu  hendak   menutup   kepalanya,   sudah  berselisih   pula. Dengan kekerasan  ia  menolak  pakaian   dester   suluk,yaitu  pakaian orang Minangkabau. Bertangisan  sekalipun  perempuan meminta  supaya  ia jangan menolak tanda keminangkabauan  yang satu, yaitu selama beralat saja. Jika peralatan sudah selesai, bolehlah ia nanti memakai sekehendak hatinya pula. Hanafi tetap menolak kehendak orang tua, ia tidak hendak menutup  kepala,  karena  lebih  gila pula  dari  pada  anak  komidi,  bila memakai  dester  saluk dengan  baju smoking  dan dasi. Setelah  ibunya sendiri hilang sabamya dan memukul-mukul  dada di muka anak yang “terpelajar” itu, barulah Hanafi menurut kehendak orang banyak, sambil mengeluh dan teringat akan badannya yang sudah “tergadai”.  Untunglah ia menurutkan hal menutup kepala itu, karena sekalian pengantar dan pasuinandan  (pengiring bangsa perempuan) sudah berkata bahwa mereka talc sudi mengiringkan  “mempelai didong”. Akhimya Hanafi tunduk pula dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, Meskipun harus bersitegang dahulu. Sebagai pertanggungjawaban kecongkakan dan kesombongannya  itu, Hanafi harus menerima rasa antipati dari masyarakat  Minangkabau yang sangat ketat terhadap adat itu (salah asuhan)
(d). Tanggung jawab  kepada  Bangsa / Negara
            Suatu kenyataan lagi, bahwa tiap manusia, tiap individu  adalah warga negara suatu negara. Dalam berpikir, berbuat, bertindak, bertingkah laku manusia terikat oleh norma-norma atau ukuran-ukuran yang dibuat oleh negara. Manusia tidak dapat berbuat semaunya sendiri. Bila perbuatan manusia itu salah, maka ia harus bertanggung  jawab kepada negara.
Contoh:
1)  Dalam novel jalan tak  ada ujung karya Muchtar Lubis, Guru Isa yang tekenal sebagai guru yang baik, terpaksa mencuri barang-barang  milik sekolah demi rumah tangganya. Perbuatan guru isa ini harus pula dipertanggung jawabkan kepada pemerintah kalau perbuataan itu diketahui ia harus berurusan dengan pihak kepolisian dan pengadilan.
2) Kumbakarna  menolak perintah kakaknya, juga rajanya  yaitu Rahwana  untuk berperang melawan rama, karena kakanya berbuat keburukan. Bukan main Rahwana. Ia membangkit-bangkitkan hutang budi Kumbakama terhadap kerajan Alengka. Kumbakama menyadari kedudukannya sebagai pang1ima perang, karena itu berangkat juga ia ke medan perang menghadapi  Rama. Akan tetapi ia maju ke medan perang bukan karena membela kakanya, melainkan karena rasa tanggung jawabnya sebagai panglima yang harus membela negara ( Ramayana)
(e). Tanggung jawab terhadap Tuhan
            Tuhan menciptakan manusia di bumi ini bukanlah tanpa tanggung jawab, melainkan untuk mengisi kehidupannya  manusia mempunyai tanggung jawab Iangsnng ternadap Tuhan. Sehingga tindakan manusia tidak bisa lepas dari hukuman-hukuman  Tuhan yang dituangkan dalam berbagai kitab sud melalui berbagai macam agama Pelanggaran dari hukuman-hukuman tersebut akan segera diperingatkan oleh Tuhan dan jika dengan peringatan yang keraspun manusia masih juga tidak menghiraukan maka Tuhan akan melakukan kutukan. Sebab dengan mengabaikan perintah-perintah  Tuhan berarti mereka meninggalkan tanggung jawab yang seharusnya  dilakukan manusia ternadap Tuhan sebagai penciptanya,  bahkan untuk memenuhi tanggung jawabnya, manusia perlu pengorbanan.
 Contoh:
            Seorang biarawati dengan ikhlas tidak menikah selama hidupnya karena dituntut tanggung jawabnya  terhadap Tuhan sesuai dengan hukum-hukum  yang ada pada agamanya,  hal ini dilakukan  agar ia dapat sepenuhnya  mengabdikan  din kepada Tuhan demi rasa tanggung jawabnya.  Dalam  rangka  memenuhi  tanggung jawab  ini ia berkorban  tidak  memenuhi kodrat   manusia   pada   umumnya   yang  seharusnya   meneruskan keturunannya yang sebetulnya  juga  merupakan  sebagian  tanggung  jawabnya sebagai  mahluk Tuhan.
C.   PENGABDIAN  DAN PENGORBANAN
            Wujud tanggung jawab juga berupa pengabdian dan pengorbanan.  Pengabdian  dan pengorbanan  adalah perbuatan baik untuk kepentingan  manusia itu sendiri.
(a).  Pengabdian
            Pengabdian adalah perbuatan baik yang berupa pikiran, pendapat ataupun tenaga sebagai perwujudan  kesetiaan,  cinta, kasih sayang, hormat,  atau satu ikatan dan semua itu dilakukan dengan  ikhlas.
            Pengabdian   itu pada hakekatnya adalah rasa tanggung  jawab. Apabila  orang  bekerja keras  sehari  penuh  untuk mencukupi kebutuhan. hal itu berarti  mengabdi  kepada  keluarga.
            Lain halnya jika  kita membantu ternan dalam kesulitan,  mungkin  sampai  berhari-hari itu bukan  pengabdian.  tetapi hanya bantuan saja.
            Berikut  ini diberikan  gambaran  bagaimana  orang tua mengabdi  kepada putra-putrinya demi  kebahagiaan keluarga mereka.
            Sepasang  suami  istri  guru  sekolah  dasar  di  sebuah  desa.  Anaknya cukup banyak.   yaitu 6 orang. Untuk  dapat  memenuhi   kebutuhan keluarga  besar  tesebut.  si ibu tetap bekerja  sebagai  guru.  karena  tahu bahwa  gaji  suaminya  juga  kecil, Si ibu di rumah tidak  melepaskan tanggung  jawabnya  sebagai  ibu  rumah tangga,  karena  memang  tidak mampu membayar  pembantu.  Untuk urusan  pendidikan  di sekolah  si bapak  yang bertanggung jawab,   sedangkan   si ibu untuk urusan pendidikan yang bersangkutan dengan rumah tanggga. Si Bapak mcmbimbing   putra-putrinya   dalam   belajar  di  rumah  malam hari. scdangkan  siang  hari  saling dengan  praktek  biologi  seperti  menanam sayur. memelihara  ternak  yang hasilnya  langsung  dapat dimanfaatkan oleh keluarga. Si ibu mcngajar putra-putrinya memasak, mencuci piring. mencuci   pakaian.  membersihkan   rumah.  Anak-anaknya   yang  mulai besar menjadi  semacam  asistennya.  Setelah anak-anaknya  mulai harus sckolah di kota, mereka itu hanya disewakan kamar yang murah dengan harus memasak  dan mencuci  sendiri yang sudah terlatih baik waktu di desa.  Demikianlah  maka  kamar  itu makin  banyak  penghuninya   oleh adik-adik   yang  juga  menyusul   kakak  untuk  belajar  di  kota.  Sekali seminggu  seorang  pulang  untuk  mengambil  uang  dan  perbekalan  di desa,   dan   sekali   sebulan ayah-ibu  datang ke kota   untuk tetap mengakrabkan hubungan  mereka  sebagai  keluarga, sekaligus mengontrol apakah  anak-anaknya   menjalankan   kewajibannya   secara benar.  Hal  demikian  juga dilakukan  oleh  keluarga   itu  waktu  anak terbesar  harus masuk ke perguruan  tinggi. Pada waktu si sulung sudah tarnat dan bekerja,  ia pindah ke tempat kerjanya dan berfungsi  sebagai donateur  ternadap  adik-adiknya.Walhasil seluruh putra-putri keluarga guru tersebut dapat menamatkan   sekolahnya   dan  menjadi  sarjana. Sementara  itu si bapak dan ibu bertahan  bekerja  sebagai  guru di desa demi  mengabdi  kepada  putra-putrinya   agar  dapat  menjadi   manusia yang  hidupnya tidak  sesulit  dirinya. Waktu  mereka  sudah  pensiun, mereka merasakan  bahwa pengabdiannya   pada  putra-putrinya juga sudah  cukup, mereka merasa  puas  karena mampu membekali putra-putrinya   dengan  ilmu yang dijadikan  kail  dalam   menempuh kehidupan   ini.  Orang  tua  itu  tidak  membekali  dengan  ikan, karena akan cepat habis tanpa bekas !
            Manusia tidak ada dengan sendirinya,tetapi merupakan mahluk ciptaan Tuhan. Sebagai ciptaan Tuhan manusia wajib mengabdi kepada Tuhan. Pengabdian berarti  penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan, dan itu merupakan perwujudan tanggung jawabnya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
            Pengabdian kepada agama atau kepadaTuhan terasa menonjolnya seperti yang dilakukan oleh para biarawan dan biarawati. Pada umumnya mereka itu adalah orang-orang yang terjun di ladang Tuhan karena kesadaran moralnya,karena panggilanTuhan. Mereka meningggalkan keluarganya dan tidak akan berkeluarga,  Sehingga hampir seluruh waktu waktu, pikiran, tenaga maupun kegiatan hanya tercurah untuk memuliakan Tuhan. Dalam agama yang tidak membedakan manusia atas dasar ras ataupun bangsa itu, para biarawan atau biarawati ditempatkandi daerah – daerah yangjauh dan terpencil.Semuanya dilakukan dengan semboyan tugas sud. Selain pada gereja Katolik,pada agama Budha juga dikenal biarawati atau biarawan dengan sebutan bhiksu dan bhiksuni dengan cara kehidupan yang tidak jauh berbeda.
            Pengabdian kepada negara dan bangsa yang juga menyolok antara lain dilakukan oleh pegawai negeri yang bertugas menjaga mercusuar di pulau yang terpencil. Mereka bersama keluarganya hidup terpencil terpencil dari masyarakat ramai, sementara ito sctiap ban tiupan angin kencang dan laut tidak pernah bernenti, apalagi bila terjadi badai. Mereka bersunyi diri dalam rnengabdikan diri demi keselamatan kapal yang lalu lalang. Kesenangan yang dapat dirasakan oleh pegawai negri di kota tidak dapat dirasakan,mungkin sekali-sekali bila mereka memperoleh cuti tahunan. Kesenangandan kegembiraansesamapegawai negri haanya mereka bayangkan secara terang di alam yang demikian sepi. Anak-anak mereka sulit berkembang sebagai mahluk sosial, dan tebatas untuk dapat mengembangkan diri akibat terpencilnya tempat tinggalnya. Dengan membandingkanmereka dan kehidupan kawan-kawannya di kota atau di tempat yang lebih enak terasa arti pengorbanan mereka demi keselamatan manusia lain, bangsa dan negara sendiri. Berapa banyakkah orang yang mau dan mampu menghayati pengorbanan mereka itu.?
 (b).  Pengorbanan
            Pengorbanan  berasal dari kata korban atau kurban yang berarti persembahan,  sehingga  pengorbanan berarti pemberian untuk menyatakan  kebaktian.  Dengan demikian pengorbanan yang bersifat kebaktian itu mengandung unsur keikhlasan yang tidak mengandung pamrih. Suatu pemberian yang didasarkan atas kesadaran moral yang tulus ikhlas semata-mata.
            Pengorbanan dalam arti pemberian sebagai tanda kebaktian tanpa pamrih dapat dirasakan bila kita membaca atau mendengarkan  kotbah agama. Dari kisah para tokoh agama atau nabi, manusia memperoleh  tauladan, bagaimana  scmestinya  wajib berkorban.  Berikut ini diberikan dua buah penggambaran.
            Pangeran Sidharta Gautama dari Kapilawastu diharapkan oleh ayahnya untuk kemudian menggantikan kedudukannya sebagai raja. Tetapi, Pangeran tersebut lebih tetarik pada kehidupan pertapa untuk memperoleh penerangan agung bagaimana caranya manusia dapat membebaskan  dirinya  dari  sengsara (samsara) melalui  pelepasan (mokhsa) dan mencapai kehidupan abadi di sorga (nirvana). Ia mengorbankan kehidupannya yang mewah duniawi dalam istana, ia mengorbankan kepentingan keluarganya, karena memandang bahwa kepentingan umat manusia yang bodoh (avidhya) perlu didahulukan. Usahanya berhasil memperoleh  penerangan agung di tcmpat pertapaan Bodh Gaya, yang kemudian disiarkan kepada umat manusia. Ia rela mengorbankan  duniawinya, keluarganya. demi kepentingan  umat manusia yang derajatnya lebih tinggi. Ia menjadi seorang Budha yang akhimya tidak dilahirkan kembali dan menjadi pendiri agama Budha.
            Nabi Ibrahim mendapat perintah dari Allah untuk mengorbankan  putra tunggalnya Ismail. Walaupun  ia sangat sayang pada putranya tersebut, perintah Allah untuk mengorbankan  tetap dipatuhinya. Allah menguji kesetiaan dan besamya pengorbanan  Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim tidak sampai hati melihat pisaunya dipotongkan  ke leher putranya, tetapi ia sudah bertekad setia menjalankan perintahNya. Kemudian terbukti. bahwa putra yang mau dikorbankan kepada Allah sudah berganti dengan biri-biri. Pengorbanan  yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim kepada Allah lebih tinggi kadamya daripada pengorbanan oleh nabi ibrahim sekarang yang ditiru oleh oleh umat Islam yang menjalankan ibadah haji di Tanah Suci maupun umat Islam di wilayah lain dengan mengorbanan temak untuk keperluan fakir miskin pada hari raya Idul Qurban.
            Perbedaan antara pengertian pcngabdian dan pengorbanan tidak begitu jelas. Karena adanya pengabdian  tentu ada pengorbanan.  Antara sesama kawan, sulit dikatakan pengabdian, karena kata pengabdian mengandung arti lebih rendah tingkatannya. Tetapi  untuk kala pengorbanan dapat juga diterapkan kepada sesama teman.
            Pengorbanan  merupakan  akibat dan pengabdian. Pengorbanan dapat berupa harta benda, pikiran,  perasaan,  bahkan  dapat juga  berupa jiwanya.  Pengorbanan  diserahkan  secara  ikhlas tanpa  pamrih,  tanpa  ada perjanjian,  tanpa  ada transaksi,  kapan  saja diperlukan.
            Pengabdian  lebih banyak  menunjuk  kepada  perbuatan  sedangkan,  pengorbanan   lebih banyak menunjuk  kepada pemberian  sesuatu misalnya berupa pikiran, perasaan, tenaga, biaya, waktu.   Dalam  pengabdian   selalu  dituntut  pengorbanan,tetapi  pengorbanan belum tentu menuntut  pengabdian.
            Kesediaan seorang   guru sekolah dasar ditempatkan di  pelosok terpencil daerah transmigrasi, adalah pengabdian yang juga menuntut pengorbanan. Dikatakan pengabdian karena  ia mengajar disitu  tanpa  menerima  gaji dari  pemerintah, tanpa  diurus  oleh pihak berwenang  usul pengangkatannya,  ia hanya bertanggung jawab untuk kemajuan dan kecerdasan masyarakat  / bangsanya.  Ia hanya menerima  penghargaan  dan belas kasihan dari masyarakat setempat.  Pengorbanan   yang  ia berikan  berupa  tenaga, pikiran,waktu untuk kepentingan anak  didiknya.
            Dalam  novel  berjudul  “Siti  Nurbaya”  karya  Marah  Rusli,  betapa  besar  pengorbanan gadis  Siti  Nurbaya  sebagai  pengabdiannya   kepada  orang  tua. Orang  tua Siti  Nurbaya  tidak mampu membayarhutang   kepada Datuk Maringgih. Sebagai tebusannya, Siti Nurbaya dibujuk agar bersedia  kawin dengan  Datuk Maringgih,  si tua bangka,  walaupun  sebenamya  ia sudah mengikat janji  dengan pemuda  pujaannya  bemama  Syamsul Bahri. Demi pengabdian  kepada bapaknya  , Siti Nurbaya  bersedia memutuskan  hubungannya  dengan  Syamsul  Bahri dan mau dikawinkan  dengan  Datuk  Maringgih,  walaupun  dcngan  perasaan  yang  sangat  berat.
Sumber :
http://baguspemudaindonesia.blogdetik.com/2011/04/20/manusia-dan-tanggung-jawab/

BAB 8 Manusia dan Pandangan Hidup

A. Pengertian Pandangan Hidup
Setiap manusia mempunyai pandangan hidup. Pandangan hidup itu bersifat kodrati. Karena itu bisa menentukan masa depan seseorang. Pandangan hidup artinya pendapat atau pertimbangan yang dijadikan pegangan, pedoman, arahan, petunjuk hidup di dunia.
Pandangan hidup banyak sekali macamnya dan ragamnya. Akan tetapi pandangan hidup dapat diklasifikasikan berdasaikan asalnya yaitu terdiri dari 3 macam :
(A) Pandangan hidup yang berasal dari agama yaitu pandangan hidup yang mutlak kebenarannya
(B) Pandangan hidup yang berupa ideologi yang disesuaikan dengan kebudayaan dan norms yang terdapat pada negara tersebut.
(C) Pandangan hidup hasil renungan yaitu pandangan hidup yang relatif kebenarannya.
B. Cita-cita
Menurut kamus umum Bahasa Indonesia, yang disebut cita-cita adalah keinginan, harapan, tujuan yang selalu ada dalam pikiran. Baik keinginan, harapan, maupun tujuan merupakan apa yang mau diperoleh seseorang pada masa mendatang. Dengan demikian cita-cita merupakan pandangan masa depan, merupakan pandangan hidup yang akan datang. Pada umumnya cita-cita merupakan semacam garis linier yang makin lama makin tinggi, dengan perkataan lain: cita-cita merupakan keinginan, harapan, dan tujuan manusia yang makin tinggi tingkatannya. Apabila cita-cita itu tidak mungkin atau belum mungkin terpenuhi, maka cita-cita itu disebut angan-angan. Disini persyaratan dan kemampuan tidak/belum dipenuhi sehinga usaha untuk mewujudkan cita-cita itu tidak mungkin dilakukan.
Dapatkah seseorang mencapai apa yang dicita-citakan, hal itu bergantung dari tiga faktor. Pertama, manusianya yaitu yang memiliki cita-cita; kedua, kondisi yang dihadapi selama mencapai apa yang dicita-citakan; dan ketiga, seberapa tinggikah cita-cita yang hendak dicapai.
Faktor manusia yang mau mencapai cita-cita ditentukan oleh kualitas manusianya. Ada orang yag tidak berkemauan, sehingga apa yang dicita-citakan hanya merupakan khayalan saja. Hal demikian banyak menimpa anak-anak muda yang memang senang berkhayal, tetapi sulit mencapaiapa yang dicita-citakan karena kurang mengukur dengan kemampuannya sendiri.Sebaliknya dengan anak yang dengan kemauan keras ingin mencapai apa yang dicita-citakan, cita-cita merupakan motivasi atau dorongan dalam menempuh hidup untuk mencapainya. Cara keras dalam mencapai cita-cita merupakan suatu perjuangan hidup yang bila bethasil akan menjadikan dirinya puas.
Faktor kondisi yang mempengaruhi tercapainya cita-cita, pada umumnya dapat disebut yang menguntungkan dan yang menghambat. Faktor yang menguntungkan merupakan kondisi yang memperlancar tercapainya suatu cita-cita, sedangkan faktor yang menghambat merupakan kondisi yang merintangi tercapainya suatu cita-cita.
Faktor tingginya cita-cita yang merupakan faktor ketiga dalam mencapai cita-cita. Memang ada anjuran agar seseorang menggantungkan cita-citanya setinggi bintang di langit. Tetapi bagaimana faktor manusianya, mampukah yang bersangkutan mencapainya; demikian juga faktor kondisinya memungkinkan hal itu. apakah dapat merupakan pendorong atau penghalang cita-cita.
C. Kebajikan
Kebajikan atau kebaikan atau perbuatan yang mendatangkan kebaikan pada hakekatnya sama dengan perbuatan moral, perbuatan yang sesuai dengan nonna-norrna agama dan etika. Manusia berbuat baik, karena menurut kodratnya manusia itu baik, mahluk bermoral. Atas dorongan suara hatinya manusia cenderung berbuat baikManusia adalah seorang pribadi yang utuh yang terdiri atas jiwa dan badan. Kedua unsur itu terpisah bila manusia meninggal. Karena merupakan pribadi, manusia mempunyai pendapat sendiri, ia mencintai diri sendiri, perasaan sendiri, cita-cita sendiri dan sebagainya. Justru karena itu, karena mementingkan diri sendiri, seringkali manusia tidak mengenalkebajikan. Untuk melihat apa itu kebajikan, kita harus melihat dan tiga segi, yaitu manusia sebagai mahluk pribadi, manusia sebagai anggota masyarakat, dan manusia sebagai mahluk Tuhan.
Faktor-faktor yang menentukan tingkah laku setiap orang ada tiga hal. Pertama faktor pembawaan (heriditas) yang telah ditentukan pada waktu seseorang masih dalam kandungan. Pembawaan merupakan hal yang diturunkan atau dipusakai oleh orang tua.
Faktor kedua yang menentukan tingkah laku seseorang adalah lingkungan (environ­ment). Lingkungan yang membentuk seseorang merupakan alam kedua yang terjadinya setelah seorang anak lahir (masa pembentukan seseorang waktu masih dalam kandungan merupakan alam pertama ). Lingkungan membentuk jiwa seseorang meliputi lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Faktor ketiga yang menentukan tingkah laku seseorang adalah pengalaman yang khas yang pemah diperoleh. Baik pengalaman pahit yang sifatnya negatif, maupun pengalaman manis yang sifatnya positif, memberikan pada manusia suatu bekal yang selalu dipergunakan sebagai pertimbangan sebelum seseorang mengambil tindakan.
D. Usaha/Perjuangan
Usaha/perjuangan adalah kerja keras untuk mewujudkan cita-cita. Setiap manusia harus kerja keras untuk kelanjutan hidupnya. Sebagian hidup manusia adalah usaha/perjuangan. Perjuangan untuk hidup, dan ini sudah kodrat manusia. Tanpa usaha/perjuangan, manusia tidak dapat hidup sempuma. Apabila manusia bercita-cita menjadi kaya, ia hams kerja keras. Apabila seseorang bercita-cita menjadi ilmuwan, ia harus rajin belajar dan tekun serta memenuhi semua ketentuan akademik. Kerja keras itu dapat dilakukan dengan otak/ilmu maupun dengan tenaga/jasmani, atau dengan kedua-duanya. Para ilmuwan lebih banyak bekerja keras dengan otak/ilmunya daripada dengan jasmaninya. Kerja keras pada dasarnya menghargai dan meningkatkan harkat dan martabat manusia. Sebaliknya pemalas membuat manusia itu miskin, melarat, dan berarti menjatuhkan harkat dan martabatnya sendiri. Karena itu tidak boleh bermalas-malas, bersantai-santai dalam hidup. Santai dan istirahat ada waktunya dan manusia mengatur waktunya itu. Dalam agama pun diperintahkan untuk kerja keras. Sebagaimana hadist yang diucapkan Nabi Besar Muhammad S.A.W. yang ditujukan kepada para pengikutnya:"Bekerjalah kamu seakan-akan kamu hidup selama-lamanya, dan beribadahlah kamu seakan-akan kamu akan mati besok. Allah berfirman dalam Al-Qur'an surat Ar-Ra'du ayat 11 : "sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, kecuali jika mereka mengubah keadaan diri merekasendiri". Dari hadist dan firman ini dapat dinyatakan bahwa manusia perlu kerja keras untuk memperbaiki nasibnya sendiri.
E. Keyakinan/Kepercayaan
Keyakinan/kepercayaan yang menjadi dasar pandangan hidup berasal dari akal atau kekuaasaan Tuhan. Menurut Prof. Dr.Harun Nasution, ada tiga aliran filsafat, yaitu aliran naturalisme, aliran intelektualisme, dan aliran gabungan.
(a) Aliran Naturalisme
Hidup manusia itu dihubungkan dengan kekuatan gaib yang merupakan kekuatan tertinggi. Kekuatan gaib itu dari natur, dan itu dari Tuhan. Tetapi bagi yang tidak percaya pada Tuhan, natur itulah yang tertinggi. Tuhan menciptakan alam semesta lengkap dengan hukum-hukumnya, secara mutlak dikuasai Tuhan. Manusia sebagai mahluk tidak mampumenguasai alam ini, karma manusia itu lemah. Manusia hanya dapat berusaha/berencana tetapi Tuhan yang menentukan .
(b) Aliran intelektualisme
Dasar aliran ini adalah logika / akal. Manusia mengutamakan akal. Dengan akal manusia berpikir. Mana yang benar menurut akal itulah yang baik, walaupun bertentangan dengan kekuatan had nurani. Manusia yakin bahwa dengan kekuatan pikir (akal) kebajikan itu dapat dicapai dengan sukses. Dengan akal diciptakan teknologi. Telmologi adalah alat bantu mencapaikebajikan yang maksimal, walaupun mungkin teknologi memberi akibat yang bertentangan dengan hati nurani.
(c) Aliran Gabungan
Dasar aliran ini ialah kekuatan gaib dan juga akal. kekuatan gaib Minya kekuatan yang berasal dari Tuhan, percaya adanya Tuhan sebagai dasar keyakinan. Sedangkan akal adalah dasar kebudayaan, yang menentukan benar tidaknya sesuatu. Segala sesuatu dinilai dengan akal, baik sebagai logika berpikir maupun sebagai rasa (hati nurani). Jadi, apa yang benar menurut logika berpikir juga dapat diterima oleh hati nurani.

F. Langkah-langkah Berpandangan Hidup yang Baik
Manusia pasti mempunyai pandangan hidup walau bagaimanapun bentuknya. Bagaimana kita memeperlakukan pandangan hidup itu tergantung pada orang yang bersangkutan. Ada yang memperlakukan pandangan hidup itu sebagai sarana mencapai tujuan dan ada pula yang memperlakukaan sebagai penimbul kesejahteraan, ketentraman dan sebagainya.
Akan tetapi yang terpenting, kita seharusnya mempunyai langkah-langkah berpandangan hidup ini. Karena hanya dengan mempunyai langkah-langkah itulah kita dapat memperlakukan pandangan hidup sebagai sarana mencapai tujuan dan cita-cita dengan baik. Adapun langkah-langkah itu sebagai berikut :
(1) Mengenal
Mengenal merupakan suatu kodrat bagi manusia yaitu merupakan tahap pertama dari setiap aktivitas hidupnya yang dalam jal ini mengenal apa itu pandangan hidup. Tentunya kita yakin dan sadar bahwa setiap manusia itu pasti mempunyai pandangan hidup, maka kita dapat memastikan bahwa pandangan hidup itu ada sejak manusia itu ada, dan bahkan hidup itu ada sebelum manusia itu belum turun ke dunia.
(2) Mengerti
Tahap kedua untuk berpandangan hidup yang baik adalah mengerti. Mengerti disini dimaksudkan mengerti terhadap pandangan hidup itu sendiri. Bila dalam bemegara kita berpandangan pada Pancasila, maka dalam berpandangan hidup pada Pancasila kita hendaknya mengerti apa Pancasila dan bagaimana mengatur kehidupan bemegara. Begitu juga bagai yang berpandangan hidup pada agama Islam. Hendaknya kita mengerti apa itu Al-Qur'an,Hadist dan ijmak itu dan bagaimana ketiganya itu mengatur kehidupan baik di dunia maupun di akherat.
(3) Menghayati
Langkah selanjutnya setelah mengerti pandangan hidup adalah menghayati pandangan hidup itu. Dengan menghayati pandangan hidup kita memperoleh gambaran yang tepat dan benar mengenai kebenaran pandangan hdiup itu sendiri.
Menghayati disini dapat diibaratkan menghayati nilai-nilai yang terkandung didalamnya, yaitu dengan memperluas dan mernperdalam pengetahuan mengenai pandangan hidup itu sendiri. Langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam rangka menghayati ini, menganalisa hal-hal yang berhubungan dengan pandangan hidup, bertanya kepada orang yang dianggap lebih tahu dan lebih berpengalaman mengenai isi pandangan hidup itu atau mengenai pandangan hidup itu sendiri. Jadi dengan menghayati pandangan hidup kita akan memperoleh mengenai kebenaran tentang pandangan hidup itu sendiri.
(4) Meyakini
Setelah mengetahui kebenaran dan validitas, baik secara kemanusiaan, maupun ditinjau dari segi kemasyarakatan maupun negara dan dari kehidupan di akherat, maka hendaknya kita meyakini pandangan hidup yang telah kita hayati itu. Meyakini ini merupakan suatu hal untuk cenderung memperoleh suatu kepastian sehingga dapat mencapai suatu tujuan hidupnya.
(5) Mengabdi
Pengabdian merupakan sesuatu hal yang penting dalam menghayati dan meyakini sesuatu yang telah dibenarkan dan diterima baik oleh dirinya lebih-lebih oleh orang lain. Dengan mengabdi maka kita akan merasakan manfaalnya. Sedangkan perwujudan manfaat mengabdi ini dapat dirasakan oleh pribadi kita sendiri. Dan manfaat itu sendiri bisa terwujud di masa masih hidup dan atau sesudah meninggal yaitu di alam akherat.
(6)Mengamankan
Mungkin sudah merupakan sifat manusia bahwa bila sudah mengabdikan din pada suatu pandangan hidup lalu ada orang lain yang mengganggu dan atau mayalahkannya tentu dia tidak menerima dan bahkan cendemng untuk mengadakan perlawanan. Hal ini karena kemungkinan merasakan bahwa dalam berpandangan hidup itu dia telah mengikuti langkah-langkah sebelumnya dan langkah-langkah yang ditempuhnya itu telah dibuktikan kebenarannya sehingga akibatnya bila ada orang lain yang mengganggunya maka dia pasti akan mengadakan suatu respon entah respon itu berwujud tindakan atau lainnya.

Sumber:


BAB 7 MANUSIA DAN KEADILAN

A.    PENGERTIAN KEADILAN

Pengertian Keadilan, Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah antara kedua ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Kedua ujung ekstrem ini menyangkut dua orang atau benda. Bila kedua orang tersebut mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing-masing orang harus memperoleh benda atau hasil yang sama, kalau tidak sama, maka masing – masing orang akan menerima bagian yang tidak sama, sedangkan pelangggaran terjadap proporsi tersebut disebut tidak adil.
Keadilan oleh Plato diproyeksikan pada diri manusia sehingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri dan perasaannya dikendalikan oleh akal. Socrates memproyeksikan keadilan pada pemerintahan. Menurut Socrates, keadilan akan tercipta bilamana warga Negara sudah merasakan bahwa pemerintah sudah melakukan tugasnya dengan baik. Mengapa diproyeksikan kepada pemerintah ? sebab pemerintah adalah pimpinan pokok yang menentukan dinamika masyarakat. Kong Hu Cu berpendapat bahwa keadilan terjadi apabila anak sebagai anak, bila ayah sebagai ayah, bila raja sebagai raja, masing-masing telah melaksanakan kewajibannya. Pendapat ini terbatas pada nilai-nilai tertentu yang sudah diyakini atau disepakati.
Menurut pendapat yang lebih umum dikatakan bahwa keadilan itu adalah pengakuan dan pelakuan yang seimbang antara hak-hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntut hak dan menjalankan kewajiban. Atau dengan kata lain, keadilan adalah keadaan bila setiap orang memperoleh apa yang menjadi hak nya dan setiap orang memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama.

Keadilan memberikan kebenaran, ketegasan dan suatu jalan tengah dari berbagai persoalan juga tidak memihak kepada siapapun. Dan bagi yang berbuat adil merupakan orang yang bijaksana.
Contoh Keadilan:
Seorang koruptor yang memakan uang rakyat. Koruptor di tangkap dan dimasukan kepenjara selama 2 tahun tanpa ada goresan luka sedikit pun pada wajahnya. Hal tersebut mencerminkan bahwa hakim dan jaksa di indonesia tidak adil pada rakyat kecil yang dikarenakan mencuri dompet mendapatkan masa kurungan lebih dari sang koruptor, padahal koruptor lah yang mencuri uang rakyat lebih banyak dari pada pencopet itu. Bahkan koruptor bisa mendapatkan fasilitas yang istimewa bahkan seperti apartemen didalam penjara.

B.     KEADILAN SOSIAL
Seperti pancasila yang bermaksud keadilan sosial adalah langkah yang menetukan untuk melaksanakan Indonesia yang adil dan makmur. Setiap manusia berhak untuk mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya sesuai dengan kebijakannya masing-masing.
5  Wujud keadilan sosial yang diperinci dalam perbuatan dan sikap:
Dengan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia manusia Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Selanjutnya untuk mewujudkan keadilan sosial itu, diperinci perbuatan dan sikap yang perlu dipupuk, yakni :
1. Perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2. Sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain.
3. Sikap suka memberi pertolongan kepada orang yang memerlukan
4. Sikap suka bekerja keras.
5. Sikap menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama.
Asas yang menuju dan terciptanya keadilan sosial itu akan dituangkan dalam berbagai langkah dan kegiatan, antara lain melalui delapan jalur pemerataan yaitu :
1. Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak khususnya pangan, sandang dan perumahan.
2.      Pemerataan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
3.      Pemerataan pembagian pendapatan.
4.      Pemerataan kesempatan kerja.
5.      Pemerataan kesempatan berusaha.
6.    Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan  kaum wanita.
7.      Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air.
8.      Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.

C. BERBAGAI MACAM KEADILAN
a)   Keadilan Legal atau Keadilan Moral
Plato berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan substansi rohani umum dari masyarakat yang membuat dan menjaga kesatuannya. Dalam suatu masyarakat yang adil setiap orang menjalankan pekerjaan yang menurut sifat dasarnya paling cocok baginya (Than man behind the gun). Pendapat Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan Sunoto menyebutnya keadilan legal.
b)   Keadilan Distributif
Aristoles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama secara tidak sama (justice is done when equals are treated equally) Sebagai contoh: Ali bekerja 10 tahun dan budi bekerja 5 tahun. Pada waktu diberikan hadiah harus dibedakan antara Ali dan Budi, yaitu perbedaan sesuai dengan lamanya bekerja. Andaikata Ali menerima Rp.100.000,-maka Budi harus menerima Rp. 50.000,-. Akan tetapi bila besar hadiah Ali dan Budi sama, justru hal tersebut tidak adil.
c)   Komutatif
Keadilan ini bertujuan memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Bagi Aristoteles pengertian keadilan itu merupakan asas pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrim menjadikan ketidak adilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat.
Contoh :
Dr.Sukartono dipanggil seorang pasien, Yanti namanya, sebagai seorang dokter ia menjalankan tugasnya dengan baik. Sebaliknya Yanti menanggapi lebih baik lagi. Akibatnya, hubungan mereka berubah dari dokter dan pasien menjadi dua insan lain jenis saling mencintai. Bila dr. sukartono belum berkeluarga mungkin keadaan akan baik saja, ada keadilan komutatif. Akan tetapi karena dr. sukartono sudah berkeluarga, hubungan itu merusak situasi rumah tangga, bahkan akan menghancurkan rumah tangga. Karena Dr.Sukartono melalaikan kewajibannya sebagai suami, sedangkan Yanti merusak rumah tangga Dr.Sukartono.

D.    KEJUJURAN
Kejujuran atau jujur artinya apa yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati nuraninya, apa yang dikatakannya sesuai dengan kenyataan yang ada. Sedang kenyataan yang ada itu adalah kenyataan yang benar-benar ada. Jujur juga berarti seseorang bersih hatinya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum. Untuk itu dituntut satu kata dan perbuatan-perbuatan yang berarti bahwa apa yang dikatakan harus sama dengan perbuatannya. Karena itu jujur juga menepati janji atau kesanggupan yang terlampir melalui kata-kata ataupun yang masih terkandung dalam nuraninya yang berupa kehendak, harapan dan niat.
Hakikat kejujuran dalam hal ini adalah hak yang telah tertetapkan, dan terhubung kepada Tuhan. Ia akan sampai kepada-Nya, sehingga balasannya akan didapatkan di dunia dan akhirat. Tuhan telah menjelaskan tentang orang-orang yang berbuat kebajikan, dan memuji mereka atas apa yang telah diperbuat, baik berupa keimanan, sedekah ataupun kesabaran. Bahwa mereka itu adalah orang-orang jujur dan benar. Dan pada hakekatnya jujur atau kejujuran dilandasi oleh kesadaran moral yang tinggi, kesadaran pengakuan akan adanya sama hak dan kewajiban, serta rasa takut terhadap kesalahan atau dosa.

E.     KECURANGAN
Kecurangan atau curang identik dengan ketidak jujuran atau tidak jujur, dan sama pula dengan licik, meskipun tidak serupa benar. Sudah tentu kecurangan sebagai lawan jujur.
Curang atau kecurangan artinya apa yang diinginkan tidak sesuai dengan hati nuraninya. Atau orang itu memang dari hatinya sudah berniat curang dengan maksud memperoleh keuntungan tanpa bertenaga dan usaha. Kecurangan menyebabkan manusia menjadi serakah, tamak, ingin menimbun kekayaan yang berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagai orang yang paling hebat, paling kaya dan senang bila masyarakat sekelilingnya hidup menderita.
Sebab-Sebab Seseorang Melakukan Kecurangan
Bermacam-macam sebab orang melakukan kecurangan, ditinjau dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya ada empat aspek yaitu:
1.      Aspek ekonomi
2.      Aspek kebudayaan
3.      Aspek peradaban
4.      Aspek tenik
Apabila ke empat aspek tersebut dilaksanakan secara wajar, maka segalanya akan berjalan sesuai dengan norma-norma moral atau norma hukum, akan tetapi apabila manusia dalam hatinya telah digerogoti jiwa tamak, iri, dengki, maka manusia akan melakukan perbuatan yang melanggar norma tersebut dan jadilah kecurangan. Tentang baik dan buruk Pujowiyatno dalam bukunya "filsafat sana-sini" menjelaskan bahwa perbuatan yang sejenis dengan perbuatan curang, misalnya berbohong, menipu, merampas, memalsu dan lain-lain adalah sifat buruk. Lawan buruk sudah tentu baik. Baik buruk itu berhubungan dengan kelakuan manusia. Pada diri manusia seakan –akan ada perlawanan antara baik dan buruk. Baik merupakan tingkah laku, karena itu diperlukan ukuran untuk menilainya, namun sukarlah untuk mengajukan ukuran penilaian mengenai halyang penting ini. Dalam hidup kita mempunyai semacam kesadaran dan tahulah kita bahwa ada baik dan lawannya pada tingkah laku tertentu juga agak mudah menunjuk mana yang baik, kalau tidak baik tentu buruk.

 F.      PEMULIHAN NAMA BAIK
Nama baik merupakan tujuan utama orang hidup. Nama baik adalah nama yang tidak tercela. Setiap orang menajaga dengan hati-hati agar namanya baik. Lebih-lebih jika ia menjadi teladan bagi orang/tetangga disekitarnya adalah suatu kebanggaan batin yang tak ternilai harganya. Penjagaan nama baik erat hubungannya dengan tingkah laku atau perbuatan. Atau boleh dikatakan bama baik atau tidak baik ini adalah tingkah laku atau perbuatannya. Yang dimaksud dengan tingkah laku dan perbuatan itu, antara lain cara berbahasa, cara bergaul, sopan santun, disiplin pribadi, cara menghadapi orang, perbuatan-perbuatan yang dihalalkan agama dan sebagainya. Pada hakekatnya pemulihan nama baik adalah kesadaran manusia akan segala kesalahannya; bahwa apa yang diperbuatnya tidak sesuai dengan ukuran moral atau tidak sesuai dengan ahlak yang baik. Untuk memulihkan nama baik manusia harus tobat atau minta maaf. Tobat dan minta maaf tidak hanya dibibir, melainkan harus bertingkah laku yang sopan, ramah, berbuat darma dengan memberikan kebajikan dan pertolongan kepaa sesama hidup yang perlu ditolong dengan penuh kasih sayang , tanpa pamrin, takwa terhadap Tuhan dan mempunyai sikap rela, tawakal, jujur, adil dan budi luhur selalu dipupuk.

G.    PEMBALASAN
Pembalasan adalah suatu reaksi atas perbuatan orang lain. Reaksi itu dapat berupa perbuatan serupa, perbuatan yang seimbang, tingkah laku yang serupa, tingkah laku yang seimbang.
Dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang menyatakan bahwa Tuhan mengadakan pembalasan. Bagi yang bertakwa kepada Tuhan diberikan pembalasan, dan bagi yang mengingkari perintah Tuhan pun diberikan pembalasan yang seimbang, yaitu siksaan di neraka. Pembalasan disebabkan oleh adanya pergaulan. Pergaulan yang bersahabat mendapatkan pembalasan yang bersahabat. Sebaliknya, pergaulan yang penuh kecurigaan, menimbulkan pembalasan yang tidak bersahabat pula.
Pada dasarnya, manusia adalah makhluk moral dan makhluk sosial. Dalam bergaul, manusia harus mematuhi norma-norma untuk mewujudkan moral itu. Bila manusia bermuat amoral, lingkunganlah yang menyebabkannya. Perbuatan amoral pada hakekatnya adalah perbuatan yang melanggar hak dan kewajiban manusia lain. Oleh karena itu manusia tidak menghendaki hak dan kewajibannya dilanggar, maka manusia berusaha mempertahankan hak dan kewajibannya itu. Mempertahankan hak dan kewajiban itu adalah pembalasan.

SUMBER :