A. Pengertian Manusia
Manusia
atau orang dapat diartikan berbeda-beda dari segi biologis, rohani, dan istilah
kebudayaan, atau secara campuran. Secara biologis, manusia diklasifikasikan
sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin yang berarti “manusia yang tahu”), sebuah
spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi.
Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan menggunakan konsep jiwa yang bervariasi
di mana, dalam agama, dimengerti dalam hubungannya dengan kekuatan ketuhanan
atau makhluk hidup; dalam mitos, mereka juga seringkali dibandingkan dengan ras
lain. Dalam antropologi kebudayaan, mereka dijelaskan berdasarkan penggunaan
bahasanya, organisasi mereka dalam masyarakat majemuk serta perkembangan teknologinya,
dan terutama berdasarkan kemampuannya untuk membentuk kelompok dan lembaga
untuk dukungan satu sama lain serta pertolongan.
Penggolongan
manusia yang paling utama adalah berdasarkan jenis kelaminnya. Secara alamiah,
jenis kelamin seorang anak yang baru lahir entah laki-laki atau perempuan. Anak
muda laki-laki dikenal sebagai putra dan laki-laki dewasa sebagai pria. Anak
muda perempuan dikenal sebagai putri dan perempuan dewasa sebagai wanita.
Penggolongan
lainnya adalah berdasarkan usia, mulai dari janin, bayi, balita, anak-anak,
remaja, akil balik, pemuda/i, dewasa, dan (orang) tua.
Selain
itu masih banyak penggolongan-penggolongan yang lainnya, berdasarkan ciri-ciri
fisik (warna kulit, rambut, mata; bentuk hidung; tinggi badan), afiliasi
sosio-politik-agama (penganut agama/kepercayaan XYZ, warga negara XYZ, anggota
partai XYZ), hubungan kekerabatan (keluarga: keluarga dekat, keluarga jauh,
keluarga tiri, keluarga angkat, keluarga asuh; teman; musuh) dan lain
sebagainya.
B. Pengertian Hakekat Manusia
Hakekat
manusia adalah sebagai berikut :
§ Makhluk
yang memiliki tenga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya.
§ Individu
yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku
intelektual dan sosial.
§ yang mampu
mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu mengatur dan mengontrol
dirinya dan mampu menentukan nasibnya.
§ Makhluk
yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak pernah selesai
(tuntas) selama hidupnya.
§ Individu
yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan
dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk
ditempati
§ Suatu
keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya merupakan ketakterdugaan dengan
potensi yang tak terbatas
§ Makhluk Tuhan
yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan baik dan jahat.
§ Individu
yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan turutama lingkungan sosial, bahkan ia
tidak bisa berkembang sesuai dengan martabat kemanusaannya tanpa hidup di dalam
lingkungan sosial.
C. Kepribadian Bangsa Timur
Kepribadian
Bangsa Timur merupakan suatu karakter yang mencerminkan masyarakat yang
menganut budaya dari Timur (Asia & Timur-Tengah), yang menunjukkan
ke-khasan dan pola pikir dan kebiasaan yang terdapat di daerah Timur. Kepribadian
bangsa timur pada umumnya merupakan kepribadian yang mempunyai sifat tepo
seliro atau memiliki sifat toleransi yang tinggi. Dalam berdemokrasi
bangsa timur umumnya aktif dalam mengutarakan aspirasi rakyat. Seperti di
negara Korea, dalam berdemokrasi mereka duduk sambil memegang poster protes dan
di negara Thailand, mereka berdemokrasi dengan tertib dan damai.
Kepribadian
bangsa timur juga identik dengan tutur kata yang lemah lembut dan sopan dalam
bergaul maupun dalam berpakaian. Terdapat ciri khas dalam berbagai negara yang
mencerminkan negara tersebut memiliki suatu kepribadian yang unik. Misalnya
masyarakat Indonesia khususnya daerah Jawa. Sebagian besar mereka bertutur kata
dengan lembut dan sopan. Dan terdapat beberapa aturan atau larangan yang tidak
boleh dilakukan menurut versi orang dulu yang sebenarnya menurut orang Jawa itu
suatu nasihat yang membangun. Misalnya tidak boleh duduk di depan pintu. Hal
tersebut merupakan ciri khas kepribadian yang unik.
Bangsa
timur juga memiliki kebudayaan yang masih kental dari negara atau daerah
masing-masing. Masih ada adat-adat atau upacara tertentu yang masih
dilaksanakan oleh bangsa timur. Misalnya bangsa Indonesia masih banyak yang
melaksanakan upacara-upacara adat dan tarian khas dari masing-masing daerah.
Contohnya daerah Bali yang masih melaksanakan tarian khas daerahnya yaitu
tarian pendet, kecak, tarian barong.
D. pengertian Kebudayaan
Ada banyak definisi mengenai kebudayaan. Para
ahli ahli mengemukakan pendapat masing masing mengenai arti dari kebudayaan.
Berikut adalah pengertian kebudayaan menurut beberapa ahli :
Menurut Edward B. Taylor, kebudayaan merupakan pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat serta mencakup keseluruhan yang kompleks.
Menurut Koentjaraningrat , kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan, aksi, riset, hasil karya manusia dalam rangka kehidupan manusia.
Menurut William H. Haviland, kebudayaan merupakan seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki bersama oleh anggota masyarakat.
Kesimpulan mengenai definisi kebudayaan yaitu, sesuatu yang memiliki pengaruh besar terhadap pengetahuan dan meliputi gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia sehingga dalam kehidupan sehari - hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Menurut Edward B. Taylor, kebudayaan merupakan pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat serta mencakup keseluruhan yang kompleks.
Menurut Koentjaraningrat , kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan, aksi, riset, hasil karya manusia dalam rangka kehidupan manusia.
Menurut William H. Haviland, kebudayaan merupakan seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki bersama oleh anggota masyarakat.
Kesimpulan mengenai definisi kebudayaan yaitu, sesuatu yang memiliki pengaruh besar terhadap pengetahuan dan meliputi gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia sehingga dalam kehidupan sehari - hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
E. Unsur-unsur Kebudayaan
suatu
kebudayaan tidak akan pernah ada tanpa adanya beberapa sistem yang mendukung
terbentuknya suatu kebudayaan, sistem ini kemudian disebut sebagai unsur yang
membentuk sebuah budaya, mulai dari bahasa, pengetahuan, tekhnologi dan lain
lain. semua itu adalah faktor penting yang harus dimiliki oleh setiap
kebudayaan untuk menunjukkan eksistensi mereka.
§ Bahasa :
yaitu suatu sistem perlambangan yang secara arbitrel dibentuk atas unsur –
unsur bunyi ucapan manusia yang digunakan sebagai gagasan sarana interaksi
§ Sistem
pengetahuan : yaitu semua hal yang diketahui manusia dalam suatu kebudayaan
mengenai lingkungan alam maupun sosialnya menurut azas – azas susunan tertentu
§ Organisasi
sosial : yaitu keseluruhan sistem yang mengatur semua aspek kehidupan masyarakat
dan merupakan salah satu dari unsur kebudayaan universal
§ Sistem
peralatan hidup dan tekhnologi : yaitu rangkaian konsep serta aktivitas
mengenai pengadaan, pemeliharaan, dan penggunaan sarana hidup manusia dalam
kebudayaannya
§ Sistem
mata pencarian hidup : yaitu rangkaian aktivitas masyarakat yang bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam konteks kebudayaan
§ Kesenian
: yaitu suatu sistem keindahan yang didapatkan dari hasil kebudayaan serta
memiliki nilai dan makna yang mendukung eksistensi kebudayaan tersebut
§ Sistem
religi : yaitu rangkaian keyakinan mengenai alam gaib, aktivitas upacaranya
serta sarana yang berfungsi melaksanakan komunikasi manusia dengan kekuatan
alam gaib.
F. Wujud Kebudayaan
Menurut
J.J. Hoenigman (dalam Koentjaraningrat, 1986), wujud kebudayaan dibedakan
menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak.
1. Gagasan
(Wujud ideal) Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan
ide-ide, gagasan, nilai-nilai , norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang
sifatnya abstrak ; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini
terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat . Jika
masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka
lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil
karya para penulis warga masyarakat tersebut.
2. Aktivitas
(tindakan) Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola
dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem
sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling
berinteraksi , mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut
pola-pola tertentu yang ber- dasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret ,
terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
3. Artefak
(karya) Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas,
perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau
hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling
konkret diantara ketiga wujud kebudayaan.
Pada
kenyataannya, kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak
bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud
kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan
karya (artefak) manusia. Berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan dapat
digolongkan atas dua komponen utama, yaitu kebudayaan material dan kebudayaan
non- material. Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang
nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan
yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat,
perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup
barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian,
gedung pencakar langit, dan mesin cuci. Kebudayaan nonmaterial adalah
ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa
dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.
G. Orientasi Kebudayaan
Marilah kita menyadari, kebudayaan bukanlah kreasionisme.
Kebudayaan melakukan banyak penyimpangan dari desain besar yang ingin
mengendalikannya. Sudah saatnya menganggap selesai perdebatan tentang orientasi
utama dan bentuk terakhir kebudayaan Indonesia. Setiap orang secara potensial
adalah pencipta kebudayaan (NIRWAN DEWANTO, Senjakala Kebudayaan,
Yayasan Bentang Budaya 1996)
Dari
pernyataan tersebut di atas, sesungguhnya kita sedang digugah untuk menyadari
bahwa desain besar kebudayaan kita sedang dalam kondisi kritis. Sebagai contoh,
kebudayaan tradisional yang agung (High Culture) telah terkalahkan oleh budaya
modern (Dinamice Culture) yang didukung oleh sains dan teknologi. Kebudayaan
yang mendunia (baca globalisasi) sekarang pun terbukti mengalami krisis karena
telah gagal mensejahterakan masyarakat secara umum. Kebudayaan modern, meskipun
telah banyak kemajuan di bidang sains dan teknologi, namun secara ekonomi hanya
menguntungkan pihak tertentu saja, dalam hal ini kapitalislah yang diuntungkan
sebagai produsen dan pemilik sumber kebudayaan modern yang cenderung
mempengaruhi dan mengusai kebudayaan dunia.
Maka
menjadi wajar kebudayaan modern melahirkan kebudayaan destrukrif misalnya
berupa demonstrasi, bahkan anarkis menjadi bagian kebudayaan orang-orang yang
merasa dirugikan (contoh : demo buruh dan karyawan menuntut perbaikan upah
untuk memenuhi kebutuhan kesejahteraannya). Kesejahteraan buruh sangat
ditentukan oleh kepemilikan kapital (kebudayaan materialisme). Maka peran
pemerintah sebagai penentu kebudayaan yang seharusnya mensejahterakan rakyat
menjadi bergeser sebagai penjaga keamanan, ujung-ujungnya demi capital juga
pemerintah melakukan represi dan penindasan kepada rakyat yang tidak
menguntungkan kebijakannya. Pemerintah menjadi agen bagi pemilik modal raksasa
(baca: ekonomi sebagai panglima), misalnya dalam kasus Freeport dan masyarakat
Timika yang terbelakang pendidikannya.
Pendidikan Pasar
Paradigma
kebudayaan modern telah menjadikan dunia spiritual termasuk seni dan agama
cukup sebagai komoditi yang perlu diperhitungkan dengan nilai harga jualnya.
Pendidikan mahal menjadi keniscayaan karena kebutuhan sarana dan prasarana
menjadi penting, termasuk pula teknologi pendidikan menjadi ukuran kualitas
lembaga pendidikan yang mendunia. Keberhasilan transformasi ilmu guru kepada
murid juga diukur dari penguasaan peralatan mengajar yang digunakan gurunya.
”Globalisaasi”,
Dulu notebook bermakna buku sekarang bermakna laptop, artinya teknologi telah
mampu merubah makna kata dari pemahaman konsumennya. Pemahaman konsumen
ternyata mudah dibentuk oleh produsen atau bahasa lokal telah dikalahkan oleh
bahasa global. Dalam konteks kebudayaan, bahasa Indonesia telah tercerabut dari
akarnya dan selanjutnya image kepada guru yang tidak menguasai teknologi
dianggap ketinggalan, atau mungkin diragukan kemampuan mengajarnya. Maka
sekolah atau lembaga pendidikan harus mengeluarkan biaya ekstra untuk melatih
guru-guru menggunakan teknologi modern.yang belum tentu bisa, karena tidak
memiliki perangkat sendiri yang mahal harganya. Apalagi guru-guru “tradisi”
seperti Umar Bakri (simak lagu ciptaan Iwan Fals). Mungkin lebih tepat
guru-guru melagukan Song theme “Hous For Sale” By Bule.
Kebudayaan Alternatif
Namun
untuk kembali ke tradisi sudah tidak mungkin lagi, kecuali mencari pijakan
kebudayaan pendidikan baru yang dinamis namun tidak bergantung pada biaya
tinggi. Pembelian produk teknologi yang berkembang cepat dan menuntut konsumen
untuk terus mengikuti, tentu saja berat kecuali Indonesia menjadi negara
produsen teknologi tinggi. Untuk ini kita tidak bisa percaya pada ramalan para
ahli globalisasi. Di dalam zaman kita ini, kenyataan bukanlah hal yang mudah
ditangkap. Kenyataan adalah fragmentasi dari kebudayaan yang telah
terbelah-belah oleh kekuatan ekonomi (mass culture). Dalam hal ini, selera
pasar menjadi penting untuk diperhitungkan lagi. Kesejahteraan guru haruslah
dilihat sebanding dan sejajar dengan pendapatan selebrities.Tujuan kebudayaan
tak lain untuk kemajuan dan kesejahteraan hidup manusia di mana saja dan
sebagai apa saja. (Surat kepercayaan gelanggang 1960: Kami adalah pewaris sah
kebudayaan dunia).
Sejuta Milyar Satuan
Kawan,
peran apa yang kau berikan untuk mengisi kemerdeekaan ini?
Pernyataan
puitis tersebut di atas, mempertegas bahwa posisi kebudayaan sesungguhnya
berada pada diri kita masing-masing sebagai pelaku (seleksi terhadap pengaruh
asing dalam lingkup “kebudayaan”). Kebudayaan saling-silang (baca kebudayaan
tarik-ulur) lalu melahirkan kebudayaan post-modern yang muncul dan kemudian
dianggap gagal karena merancukan keyakinan beragama bagi masyarakat (umat)
penganutnya. Oleh karena itu, sebagai jawaban kita pasti bersepakat dengan
Islam, misalnya ayat 136 surat Al Baqarah yang jelas menyatakan:
Katakanlah
:”Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami Ismail,
Ishak, Yakub dan anak cucunya (kami beriman) kepada apa yang diberikan kepada
Musa dan Isa dan kepada apa yang diberikan kepada para nabi dari tuhanNya. Kami
tiada membeda-bedakan satu dari lainnya dari antara mereka dan kami menyerahkan
diri kepada Allah”.
H. Perubahan Kebudayaan
Pengertian
perubahan kebudayaan adalah suatu keadaan dalam masyarakat yang terjadi karena
ketidak sesuaian diantara unsur-unsur kebudayaan yang saling berbeda sehingga
tercapai keadaan yang tidak serasi fungsinya bagi kehidupan.
Contoh :
Masuknya
mekanisme pertanian mengakibatkan hilangnya beberapa jenis teknik pertanian
tradisional seperti teknik menumbuk padi dilesung diganti oleh teknik “Huller”
di pabrik penggilingan padi. Peranan buruh tani sebagai penumbuk padi jadi
kehilangan pekerjaan.
Semua
terjadi karena adanya salah satu atau beberapa unsur budaya yang tidak
berfungsi lagi, sehingga menimbulkan gangguan keseimbangan didalam masyarakat.
Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian yaitu : kesenian, ilmu
pengetahuan, teknologi dan filsafat bahkan perubahan dalam bentuk juga
aturan-aturan organisasi social. Perubahan kebudayaan akan berjalan terus-menerus
tergantung dari dinamika masyarakatnya.
Ada
faktor-faktor yang mendorong dan menghambat perubahan kebudayaan yaitu:
Mendorong perubahan kebudayaan
§ Adanya
unsur-unsur kebudayaan yang memiliki potensi mudah berubah, terutama
unsur-unsur teknologi dan ekonomi ( kebudayaan material).
§ Adanya
individu-individu yang mudah menerima unsure-unsur perubahan kebudayaan,
terutama generasi muda.
§ Adanya
faktor adaptasi dengan lingkungan alam yang mudah berubah.
Menghambat perubahan kebudayaan
§ Adanya
unsur-unsur kebudayaan yang memiliki potensi sukar berubah seperti :adat
istiadat dan keyakinan agama ( kebudayaan non material)
§ Adanya
individu-individu yang sukar menerima unsure-unsur perubahan terutama generasi
tu yang kolot.
§ Ada juga
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan kebudayaan :
Faktor intern
§ Perubahan
Demografis
Perubahan
demografis disuatu daerah biasanya cenderung terus bertambah, akan mengakibatkan
terjadinya perubahan diberbagai sektor kehidupan, c/o: bidang perekonomian,
pertambahan penduduk akan mempengaruhi persedian kebutuhan pangan, sandang, dan
papan.
§ Konflik
social
Konflik
social dapat mempengaruhi terjadinya perubahan kebudayaan dalam suatu
masyarakat. c/o: konflik kepentingan antara kaum pendatang dengan penduduk
setempat didaerah transmigrasi, untuk mengatasinya pemerintah mengikutsertakan
penduduk setempat dalam program pembangunan bersama-sama para transmigran.
§ Bencana
alam
Bencana
alam yang menimpa masyarakat dapat mempngaruhi perubahan c/o; bencana banjir,
longsor, letusan gunung berapi masyarkat akan dievakuasi dan dipindahkan
ketempat yang baru, disanalah mereka harus beradaptasi dengan kondisi
lingkungan dan budaya setempat sehingga terjadi proses asimilasi maupun
akulturasi.
§ Perubahan
lingkungan alam
Perubahan
lingkungan ada beberapa faktor misalnya pendangkalan muara sungai yang
membentuk delta, rusaknya hutan karena erosi atau perubahan iklim sehingga
membentuk tegalan. Perubahan demikian dapat mengubah kebudayaan hal ini
disebabkan karena kebudayaan mempunyai daya adaptasi dengan lingkungan
setempat.
Faktor ekstern
§ Perdagangan
Indonesia
terletak pada jalur perdagangan Asia Timur denga India, Timur Tengah bahkan
Eropa Barat. Itulah sebabnya Indonesia sebagai persinggahan pedagang-pedagang
besar selain berdagang mereka juga memperkenalkan budaya mereka pada masyarakat
setempat sehingga terjadilah perubahan budaya dengan percampuran budaya yang
ada.
§ Penyebaran
agama
Masuknya
unsur-unsur agama Hindhu dari India atau budaya Arab bersamaan proses
penyebaran agama Hindhu dan Islam ke Indonesia demikian pula masuknya
unsur-unsur budaya barat melalui proses penyebaran agama Kristen dan
kolonialisme.
§ Peperangan
Kedatangan
bangsa Barat ke Indonesia umumnya menimbulkan perlawanan keras dalam bentuk
peperangan, dalam suasana tersebut ikut masuk pula unsure-unsur budaya bangsa
asing ke Indonesia.
I. Kaitan Manusia dan Kebudayaan
Hubungan Manusia dan Kebudayaan
Manusia
dan kebudayaan merupakan dua hal yang sangat erat berkaitan satu sama lain.
Manusia di alam dunia inimemegang peranan yang unik, dan dapat dipandang dari
berbagai segi. Dalam ilmu sosial manusia merupakan makhluk yang ingin
memperoleh keuntungan atau selalu memperhitungkan setiap kegiatan sering
disebut homo economicus (ilmu ekonomi). Manusia merupakan makhluk sosial yang
tidak dapat berdiri sendiri (sosialofi), Makhluk yang selalu ingin mempunyai
kekuasaan (politik), makhluk yan g berbudaya dan lain sebagainya.
Contoh Hubungan Manusia dan Kebudayaan
Secara
sederhana hubungan antara manusia dan kebudayaan adalah : manusia sebagai
perilaku kebudayaan, dan kebudayaan merupakan obyek yang dilaksanakan manusia.
Tetapi apakah sesederhana itu hubungan keduanya ?
Dalam
sosiologi manusia dan kebudayaan dinilai sebagai dwitunggal, maksudnya bahwa
walaupun keduanya berbeda tetapi keduanya merupakan satu kesatuan. Manusia
menciptakan kebudayaan, clan setclah kebudayaan itu tercipta maka kebudayaan
mengatur hidup manusia agar sesuai dcngannya. Tampak baliwa keduanya akhimya
merupakan satu kesatuan. Contoh sederhana yang dapat kita lihat adalah
hubungan antara manusia dengan peraturan – peraturan kemasyarakatan. Pada
saat awalnya peraturan itu dibuat oleh manusia, setelah peraturan itu jadi maka
manusia yang membuatnya hams patuh kepada peraturan yang dibuatnya sendiri itu.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manusia tidak dapat dilepaskan dari
kebudayaan, karena kebudayaan itu merupakan perwujudan dari manusia itu
sendiri. Apa yang tercakup dalam satu kebudayaan tidak akan jauh menyimpang
dari kemauan manusia yang membuatnya.Apabila manusia melupakan bahwa masyarakat
adalah ciptaan manusia, dia akan menjadi terasing atau tealinasi (Berger, dalam
terjemahan M.Sastrapratedja, 1991; hal : xv)
Manusia
dan kebudayaan, atau manusia dan masyarakat, oleh karena itu mempunyai hubungan
keterkaitan yang erat satu sama lain. Pada kondisi sekarang ini kita tidak
dapat lagi membedakan mana yang lebih awal muncul manusia atau kebudayaan.
Analisa terhadap keberadaan keduanya hams menyertakan pembatasan masalah dan
waktu agar penganalisaan dapat dilakukan dengan lebih cermat.
Pengertian Dialektis
Dialektika
disini berasal dari dialog komunikasi sehari-hari. Ada pendapat dilontarkan ke
hadapan publik. Kemudian muncul tentangan terhadap pendapat tersebut. Kedua
posisi yang saling bertentangan ini didamaikan dengan sebuah pendapat yang
lebih lengkap. Dari fenomen dialog ini dapat dilihat tiga tahap yakni tesis,
antitesis dan sintesis. Tesis disini dimaksudkan sebagai pendapat awal
tersebut. Antitesis yakni lawan atau oposisinya. Sedangkan Sintesis merupakan
pendamaian dari keduanya baik tesis dan antitesis. Dalam sintesis ini terjadi
peniadaan dan pembatalan baik itu tesis dan antitesis. Keduanya menjadi tidak
berlaku lagi. Dapat dikatakan pula, kedua hal tersebut disimpan dan diangkat ke
taraf yang lebih tinggi. Tentunya kebenaran baik dalam tesis dan antitesis
masih dipertahankan. Dalam kacamata Hegel, proses ini disebut sebagai
aufgehoben.
Bentuk
triadik dari dialektika Hegel yakni tesis-antitesis-sintesis berangkat dari
pemikir-pemikir sebelum Hegel. Antinomi Kantian akan numena dan fenomena
menimbulkan oposisi yang tidak terselesaikan[1]. Kemudian Fichte dengan metode
”Teori Pengetahuan”-nya tetap memunculkan pertentangan walaupun sudah melampaui
sedikit apa yang dijabarkan oleh Kant.
Dialektika
sendiri sudah dikenal dalam pemikiran Fichte. Bagi Fichte, seluruh isi dunia
adalah sama dengan isi kesadaran. Seluruh dunia itu diturunkan dari suatu asas
yang tertinggi dengan cara sebagai berikut: ”Aku” meng-ia-kan dirinya (tesis),
yang mengakibatkan adanya ”non-Aku” yang menghadapi ”Aku”. ”non Aku” inilah
antitesis. Kemudian sintesisnya adalah keduanya tidak lagi saling mengucilkan,
artinya: kebenaran keduanya itu dibatasi, atau berlakunya keduanya itu
dibatasi. ”Aku” menempatkan ”non-Aku yang dapat dibagi-bagi” berhadapan dengan
”Aku yang dapat dibagi-bagi”.
Dalam
sistem filsafatnya, Hegel menyempurnakan Fichte. Hegel memperdalam pengertian
sintesis. Di dalam sintesis baik tesis maupun antitesis bukan dibatasi
(seperti pandangan Fichte), melainkan aufgehoben. Kata Jerman ini mengandung
tiga arti, yaitu: a) mengesampingkan, b) merawat, menyimpan, jadi tidak
ditiadakan, melainkan dirawat dalam suatu kesatuan yang lebih tinggi dan
dipelihara, c) ditempatkan pada dataran yang lebih tinggi, dimana keduanya
(tesis dan antitesis) tidak lagi berfungsi sebagai lawan yang saling
mengucilkan. Tesis mengandung di dalam dirinya unsur positif dan negatif. Hanya
saja di dalam tesis unsur positif ini lebih besar. Sebaliknya, antitesis
memiliki unsur negatif yang lebih besar. Dalam sintesislah kedua unsur yang
dimiliki tesis dan antitesis disatukan menjadi sebuah kesatuan yang lebih
tinggi.
Dialektika
juga dimaksudkan sebagai cara berpikir untuk memperoleh penyatuan (sintesis)
dari dua hal yang saling bertentangan (tesis versus antitesis). Dengan term
aufgehoben, konsep ”ada” (tesis) dan konsep ”tidak ada” (antitesis) mendapatkan
bentuk penyatuannya dalam konsep ”menjadi” (sintesis)[2]. Di dalam konsep
”menjadi”, terdapat konsep ”ada” dan ”tidak ada” sehingga konsep ”ada” atau
”tidak ada” dinyatakan batal atau ditiadakan.
Dialektika
menjadi sebuah perkembangan Yang Absolut untuk bertemu dengan dirinya sendiri.
Ide yang Absolut merupakan hasil perkembangan. Konsep-konsep dan ide-ide
bukanlah bayangan yang kaku melainkan mengalir. Metode dialektika menjadi
sebuah gerak untuk menciptakan kebaruan dan perlawanan. Dengan tiga tahap yakni
tesis, antitesis dan sintesis setiap ide-ide, konsep-konsep (tesis) berubah
menjadi lawannya (antitesis). Pertentangan ini ”diangkat” dalam satu tingkat
yang lebih tinggi dan menghasilkan sintesis. Hal baru ini (sintesis) kemudian
menjadi tesis yang menimbulkan antitesis lagi lalu sintesis lagi. Proses gerak
yang dinamis ini sampai akhirnya melahirkan suatu universalitas dari
gejala-gejala. Itulah Yang Absolut yang disebut Roh dalam filsafat Hegel.
Bagi
Hegel, unsur pertentangan (antitesis) tidak muncul setelah kita
merefleksikannya tetapi pertentangan tersebut sudah ada dalam perkara itu
sendiri. Tiap tesis sudah memuat antitesis di dalamnya. Antitesis terdapat di
dalam tesis itu sendiri karena keduanya merupakan ide yang berhubungan dengan
hal yang lebih tinggi. Keduanya diangkat dan ditiadakan (aufgehoben) dalam
sintesis.
Kenyataan
menjadi dua unsur bertentangan namun muncul serentak. Hal ini tidak dapat
diterima oleh Verstandyang bekerja berdasakan skema-skema yang ada dalam
menangani hal-hal yang khusus. Vernunft-lah yang dapat memahami hal ini. Vernunft
melihat realitas dalam totalitasnya dan sanggup membuat sintesis dari hal-hal
yang bertentangan. Identifikasi sebagai realitas total menjadi cara kerja
Vernunft yang mengikuti prinsip dialektika.
Secara
umum dapat kita lihat bahwa dialektika Hegel memiliki tiga aspek yang perlu
diperhatikan[3]. Pertama, sistem dialektika ini berbentuk tripleks atau
triadik. Kedua, dialektika ini bersifat ontologis sebagai sebuah konsep.
Aplikasinya adalah terhadap benda dan benduk dari ada dan tidak sebatas pada
konsep. Ketiga, dialektika Hegel memiliki tujuan akhir (telos) di dalam konsep
abstrak yang disebut Hegel sebagai Idea atau Idea Absolut dan konkretnya pada
Roh Absolut atau Roh (Spirit, Geist).
Terdapat
tiga elemen esensial akan dialektika Hegel[4]. Pertama, berpikir itu memikirkan
dalam dirinya untuk dan oleh dirinya sendiri. Kedua, dialektika merupakan hasil
berpikir terus menerus akan kontradiksi. Ketiga, kesatuan kepastian akan
kontradiksi tersublimasi di dalam kesatuan. Itulah kodrat akan dirinya
dialektika itu sendiri.
3 tahap proses dialektis
Proses
dialektis ini tercipta melalui tiga tahap yaitu :
§ Ekstemalisasi,
yaitu proses dimana manusia mengekspresikan dirinya dengan membangun dunianya.
Melalui ekstemalisasi ini masyarakat menjadi kenyataan buatan manusia
§ Obyektivasi,
yaitu proses dimana masyarakat menjadi realitas obyektif, yaitu suatu kenyataan
yang terpisah dari manusia dan berhadapan dengan manusia. Dengan demikian
masyarakat dengan segala pranata sosialnya akan mempengaruhi bahkan membentuk
perilaku manusia.
§ Intemalisasi,
yaitu proses dimana masyarakat disergap kembali oleh manusia. Maksudnya bahwa
manusia mempelajari kembali masyarakamya sendiri agar dia dapat hidup dengan
.baik, sehingga manusia menjadi kenyataan yang dibentuk oleh masyarakat.
sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar