A. Terapi
Rasional Emotif (Rational Emotive Therapy)
1.
Pengertian
Rational Emotive Therapy
Terapi Emotif Rasional
adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan
dengan potensi, baik untuk berpikir rasional dan jujur maupun untuk berpikir
irasional dan jahat. Manusia memiliki kecenderungan-kecenderungan untuk memelihara
diri, berbahagia, berpikir dan mengatakan, mencintai, bergabung dengan orang
lain, serta tumbuh dan mengaktualkan diri. Akan tetapi manusia juga memiliki
kecenderungan-kecenderungan ke arah menghancurkan diri, menghindari pemikiran,
berlambat-lambat, menyesali kesalahan-kesalahan yang tidak berkesudahan,
takhayul, intoleransi, perfeksionisme dan mencela diri serta menghindari
pertumbuhan dan aktualisasi diri. Manusia pun berkecenderungan untuk terpaku
pada pola-pola tingkah laku lama yang disfungional dan mencari berbagai cara
untuk terlibat dalam sabotase diri.
2.
Konsep Dasar Terapi Rasional Emotif
Konsep-konsep
dasar terapi rasional emotif ini mengikuti pola yang didasarkan pada teori
A-B-C, yaitu:
A
= Activating Experence (pengalaman aktif) Ialah suatu
keadaan, fakta peristiwa, atau tingkah laku yang dialami individu.
B
= Belief System (Cara individu memandang suatu hal).
Pandangan dan penghayatan individu terhadap A.
C
= Emotional Consequence (akibat emosional). Akibat
emosional atau reaksi ndividu positif atau negative.
Menurut
pandangan Ellis, A (pengalaman aktif) tidak langsung menyebabkan timbulnya C
(akibat emosional), namun bergantung pada B (belief system). Hubungan dan teori
A-B-C yang didasari tentang teori rasional emotif dari Ellis dapat digambarkan
sebagai berikut:
A--------C
Keterangan:
---
: Pengaruh tidak langsung
B
: Pengaruh langsung
Teori
A-B-C tersebut, sasaran utama yang harus diubah adalah aspek B (Belief Sistem)
yaitu bagaimana caranya seseorang itu memandang atau menghayati sesuatu yang
irasional, sedangkan konselor harus berperan sebagai pendidik, pengarah,
mempengaruhi, sehingga dapat mengubah pola pikir klien yang irasional
atau keliru menjadi pola pikir yang rasional.
3.
Ciri-ciri Rational
Emotive Therapy
Ciri-ciri
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a.
Dalam menelusuri
masalah klien yang dibantunya, konselor berperan lebih aktif dibandingkan
klien. Maksudnya adalah bahwasannya peran konselor disini harus bersikap
efektif dan memiliki kapasitas untuk memecahkan masalah yang dihadapi klien dan
bersungguh-sungguh dalam mengatasi masalah yang dihadapi, artinya
konselor harus melibatkan diri dan berusaha menolong kliennya supaya dapat
berkembang sesuai dengan keinginan dan disesuaikan dengan potensi yang
dimilikinya.
b.
Dalam proses
hubungan konseling harus tetap diciptakan dan dipelihara hubungan baik dengan
klien. Dengan sikap yang ramah dan hangat dari konselor akan mempunyai pengaruh
yang penting demi suksesnya proses konseling sehingga dengan terciptanya proses
yang akrab dan rasa nyaman ketika berhadapan dengan klien.
c.
Tercipta dan
terpeliharanya hubungan baik ini dipergunakan oleh konselor untuk membantu
klien mengubah cara berfikirnya yang tidak rasional menjadi rasional.
d.
Dalam proses
hubungan konseling, konselor tidak banyak menelusuri masa lampau klien
4.
Tujuan Rational Emotive Therapy
Tujuan utama dari terapi ini yaitu
meminimalkan pandangan yang mengalahkan diri dari klien dan membantu klien
untuk memperoleh filsafat hidup yang lebih realistik. Terapi ini mendorong
suatu reevaluasi filosofis dan ideologis berlandaskan asumsi bahwa masalah-masalah
manusia berakar secara filosofis, dengan demikian Terapi Emotif Rasional tidak
diarahkan semata-mata pada penghapusan gejala, tetapi untuk mendorong klien
agar menguji secara kritis nilai-nilai dirinya yang paling dasar.
proses
terapeutik utama TRE dilaksanakan dengan suatu maksud utama yaitu: membantu
klien untuk membebaskan diri dari gagasan-gagasan yang tidak logis dan untuk
belajar gagasan-gagasan yang logis sebagai penggantinya. Sasarannya adalah
menjadikan klien menginternalisasikan suatu filsafat hidup yang rasional
sebagaimana dia menginternalisasikan keyakinan-keyakinan dogmatis yang
irasional dan takhayul yang berasal dari orang tuanya maupun dari kebudayaannya.
5.
Teknik – teknik Rational
Emotive Therapy
Rational Emotive Behavior Therapy menggunakan berbagi teknik yang bersifat kognitif,
afektif, behavioral yang disesuaikan dengan kondisi klien. Teknik-teknik
Rational Emotive Behavior Therapy sebagai berikut :
a. Teknik-Teknik
Kognitif
Adalah teknik yang digunakan
untuk mengubah cara berfikir klien, ada empat tahap dalam teknik-teknik
kognitif:
1) Tahap Pengajaran
Dalam
RET, konselor mengambil peranan lebih aktif dari pelajar. Tahap ini memberikan
keleluasaan kepada konselor untuk berbicara serta menunjukkan sesuatu kepada
klien, terutama menunjukkan bagaimana ketidak logikaan berfikir itu secara
langsung menimbulkan gangguan emosi kepada klien tersebut.
2) Tahap
Persuasif
Meyakinkan
klien untuk mengubah pandangannya karena pandangan yang ia kemukakan itu tidak
benar. Dan Konselor juga mencoba meyakinkan, berbagai argumentasi untuk
menunjukkan apa yang dianggap oleh klien itu adalah tidak benar.
3) Tahap
Konfrontasi
Konselor
mengubah ketidak logikaan berfikir klien dan membawa klien ke arah berfikir
yang lebih logika.
4) Tahap
Pemberian Tugas
Konselor
memberi tugas kepada klien untuk mencoba melakukan tindakan tertentu dalam
situasi nyata. Misalnya, menugaskan klien bergaul dengan anggota masyarakat
kalau mereka merasa dipencilkan dari pergaulan atau membaca buku untuk
memperbaiki kekeliruan caranya berfikir.
b. Teknik-Teknik
Emotif
Teknik-teknik emotif adalah
teknik yang digunakan untuk mengubah emosi klien. Antara teknik yang sering
digunakan ialah:
1) Teknik
Sosiodrama
Memberi peluang mengekspresikan
berbagai perasaan yang menekan klien itu melalui suasana yang didramatisasikan
sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri secara lisan,
tulisan atau melalui gerakan dramatis.
2) Teknik Self
Modelling
Digunakan dengan meminta klien
berjanji dengan konselor untuk menghilangkan perasaan yang menimpanya. Dia
diminta taat setia pada janjinya.
3) Teknik Assertive
Training
Digunakan untuk melatih,
mendorong dan membiasakan klien dengan pola perilaku tertentu yang
diinginkannya.
c. Teknik-Teknik
Behaviouristik
Terapi Rasional Emotif banyak
menggunakan teknik behavioristik terutama dalam hal upaya modifikasi perilaku
negatif klien, dengan mengubah akar-akar keyakinannya yang tidak rasional dan
tidak logis, beberapa teknik yang tergolong behavioristik adalah:
1) Teknik reinforcement (penguatan),
yaitu: untuk mendorong klien ke arah tingkah laku yang lebih rasional dan logis
dengan jalan memberikan pujian verbal (reward)ataupun hukuman (punishment). Teknik
ini dimaksudkan untuk membongkar sistem nilai-nilai dan keyakinan yang
irasional pada klien dan menggantinya dengan sistem nilai yang lebih positif.
2) Teknik social
modeling (pemodelan sosial), yaitu: teknik untuk membentuk
perilaku-perilaku baru pada klien. Teknik ini dilakukan agar klien dapat hidup
dalam suatu model sosial yang diharapkan dengan cara mutasi (meniru),
mengobservasi dan menyesuaikan dirinya dan menginternalisasikan norma-norma
dalam sistem model sosial dengan maslah tertentu yang telah disiapkan konselor.
3) Teknik live
models
Teknik live models (mode
kehidupan nyata), yaitu teknik yang digunakan untuk menggambar
perilaku-perilaku tertentu. Khususnya situasi-situasi interpersonal yang
kompleks dalam bentuk percakapanpercakapan sosial, interaksi dengan memecahkan
maslah-masalah.
Peneliti menggunakan teknik
kognitif dalam melaksanakan Rational Emotive Therapy (RET) sebab sesuai dengan
permasalahan klien yaitu kurangnya rasa percaya diri.
B.
Behaviour Therapy (Terapi
Perilaku)
a. Definisi
Terapi Perilaku
Terapi perilaku adalah
penggunaan prinsip dan paradigm belajar yang ditatpkan secara eksperimental untuk
mengatasi perilaku tidak adaptif. Dalam prakteknya, terapi perilaku adalah
penekanan pada analisis perilaku untuk menguji secara sistematik hipotesis mana
terapi didasarkan.
b. Tujuan
Terapi Perilaku
1. Mengubah perilaku yang
tidak sesuai pada klien
2. Membantu klien belajar
dalam proses pengambilan keputusan secara lebih efisien.
3. Mencegah munculnya masalah
di kemudian hari.
4. Memecahkan masalah perilaku
khusus yang diminta oleh klien.
5. Mencapai perubahan perilaku
yang dapat dipakai dalam kegiatan kehidupannya.
c. Teknik-Teknik
Terapi Perilaku
1. Desensitisasi sistematik
dipandang sebagai proses deconditioning atau counterconditioning. Prosedurnya
adalah memasukkan suatu respons yang bertentangan dengan kecemasan, seperti
relaksasi. Individu belajar untuk relaks dalam situasi yang sebelumnya
menimbulkan kecemasan.
2. Flooding adalah prosedur
terapi perilaku di mana orang yang ketakutan memaparkan dirinya sendiri dengan
apa yang membuatnya takut, secara nyata atau khayal, untuk periode waktu yang
cukup panjang tanpa kesempatan meloloskan diri.
3. Penguatan sistematis
(systematic reinforcement) didasarkan atas prinsip operan, yang disertai
pemadaman respons yang tidak diharapkan. Pengkondisian operan disertai
pemberian hadiah untuk respons yang diharapkan dan tidak memberikan hadiah
untuk respons yang tidak diharapkan.
4. Pemodelan (modeling) yaitu
mencontohkan dengan menggunakan belajar observasionnal. Cara ini sangat efektif
untuk mengatasi ketakutan dan kecemasan, karena memberikan kesempatan kepada
klien untuk mengamati orang lain mengalami situasi penimbul kecemasan tanpa
menjadi terluka. Pemodelan lazimnya disertai dengan pengulangan perilaku dengan
permainan simulasi (role-playing).
5. Regulasi diri melibatkan
pemantauan dan pengamatan perilaku diri sendiri, pengendalian atas kondisi
stimulus, dan mengembangkan respons bertentangan untuk mengubah perilaku
maladaptif.
d. Teori
dasar Metode Terapi Perilaku
1. Perilaku maladaptif dan
kecemasan persisten telah dibiasakan (conditioned) atau dipelajari (learned)
2. Terapi untuk perilaku
maladaptif adalah dengan penghilangan kebiasaan (deconditioning) atau
ditinggalkan (unlearning)
3. Untuk menguatkan perilaku
adalah dg pembiasaan perilaku (operant and clasical conditioning)
e. Fungsi
dan Peran Terapis
Terapis tingkah laku harus memainkan peran aktif
dan direktif dalam pemberian treatment, yakni terapis menerapkan pengetahuan
ilmiah pada pencarian pemecahan masalah-masalah manusia, para kliennya. Terapi
tingkah laku secara khas berfungsi sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam
mendiagnosis tingkah laku yang maladaptif dan dalam menentukan
prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan, mengarah pada tingkahlaku yang
baru dan adjustive.
f.
Hubungan antara Terapis dan
Klien
Pembentukan hubungan pribadi yang baik adalah salah
satu aspek yang esensial dalam proses terapeutik, peran terapis yang esensial
adalah peran sebagai agen pemberi perkuatan. Para terapis tingkah laku
menghindari bermain peran yang dingin dan impersonal sehingga hubungan
terapeutik lebih terbangun daripada hanya memaksakan teknik-teknik kaku kepada
para klien.
C.
Terapi
Kelompok (Group Therapy)
Pada tahun 1910 Jacob Mareno (Psikiater Austria)
menggunakan teknik teater untuk mengembangkan interaksi dan spontanitas pasien
dengan membawa problemnya pada setting kelompok, psikodrama (terapi kelompok).
Harleigh B. Trecker mengatakan bahwa terapi kelompok merupakan suatu metode
khusus yang memberikan kesempatan kepada individu-individu dan
kelompok-kelompok untuk tumbuh dalam setting-setting fungsional pekerjaan
sosial, rekreasi serta pendidikan. Karena banyaknya pasien yang datang pada
terapis, maka terapis menggunakan perawatan dalam kelompok. Faktor dinamik yang
berkembang dalam situasi kelompok itu sendiri menampilkan faktor-faktor yang
baru yang oleh beberapa terapis menganggap suatu kelebihan terhadap terapi
individual.
Terapi kelompok terdiri atas beberapa bentuk, sebagian
besar berasal dari jenis-jenis terapi individual :
1.
Kelompok
Eksplorasi Interpersonal:
Tujuan adalah mengembangkan kesadaran diri tentang gaya hubungan interpersonal
melalui umpan balik korektif dari anggota kelompok yang lain. Pasien diterima
dan didukung, oleh karena itu dapat meningkatkan harga diri. Tipe ini yang
paling umum dilakukan.
2.
Kelompok
Bimbingan Inspirasi:
Kelompok yang sangat terstruktur kohesif, mendukung, yang meminimalkan
pentingnya tilikan, dan memaksimalkan nilai diskusi didalam kelompok dan
persahabatan. Kelompoknya mungkin saja besar (missal, Alcoholic Anonymus). Anggota kelompok dipilih
seringkali karena mereka “mempunyai problem yang sama”
3.
Terapi
Berorientasi Psikoanalitik:
Suatu teknik kelompok dengan struktur yang longgar, terapis melakukan
interprestasi tentang konflik nirsadar pasien dan memprosesnya dari observasi
interaksi antar anggota kelompok.
Sejumlah tipe terapi
kelompok yang lain antara lain:
1.
Terapi
perilaku
2.
Gestalt
3.
Konfrontasi
4.
Psikodrama
(Role Play)
5.
Analisis
transaksional
6.
Marathon,
dll.
Teknik Terapi Kelompok
Terapi
kelompok dapat berlangsung beberapa minggu, beberapa bulan atau beberapa tahun,
dan biasanya dilakukan seminggu sekali. Terdiri dari 5-12 anggota (bergantung
pada tipenya). Terapis banyak dari disiplin ilmu dapat melakukan terapi
kelompok, banyak terapi kelompok dilakukan dengan menyertakan ko-terapis.
Beberapa kelompok terdiri dari pasien dengan hanya satu diagnosis (missal,
Skizofrenia, Alkoholisme) tetapi ada juga yang campuran. Belum jelas
pasien-pasien mana saja yang mendapat manfaat atau memburuk dengan terapi
kelompok.
Metode Terapi Kelompok
Dalam
praktek, terapi kelompok sangat bervariasi seperti halnya dengan terapi
individual. Bentuk-bentuk paling awal terapi kelompok bersifat didaktis dimana
pemimpin kelompok berceramah, meyakinkan, dan mengarahkan. Karena adanya
perkembangan-perkembangan baru dibidang ini, pemimpin kelompok menjalankan
fungsi yang sama untuk kelompok sama seperti yang dilakukan oleh terapis
individual untuk pasiennya. Dia mendorong, mengungkapkan, memeriksa
motif-motif, memberikan penafsiran-penafsiran, dan sedikit demi sedikit
membangkitkan partisipasi masing-masing anggota kelompok dalam fungsi ini.
Kegunaan Terapi Kelompok
Partisipasi
dalam pengalaman terapi kelompok akan menghilangian perasaan-perasaan
terisolasi dalam diri pasien dan keunikan dari penyakitnya, dan demikian
menghilangkan kecemasan-kecemasannya dan mendorongnya untuk membicarakan
perasaan-perasaan batinnya dengan sepenuh hati.
Terapi
kelompok juga memiliki beberapa keuntungan khusus, yaitu:
1. Terapi kelompok
lebih murah, krena beberapa pasien ditangani pada waktu yang sama.
2. Format kelompok
member peluang kepada pasien untuk mempelajari bagaimana orang lain mengalami
masalah-masalah yang serupa menangani kesulitan-kesulitan mereka, dan para
anggota lain dalam kelompok dan terapis memberi merekan dukungan social.
3. Terapi kelompok
memungkinkan terapis menggunakan sumber daya terbatas. Format kelompok mungkin
meningkatkan jumlah orang-orang yang dapat ditangani oleh seorang terapis, dan
dapat mengurangi kewajiban orang untuk menantikan giliran wawancara dengan
terapis.
4. Terapi kelompok
dapat memberikan sumber informasi dan pengalaman hidup yang dapat ditimba oleh
pasien.
5. Adanya dukungan
kelompok untuk tingkah laku yang tepat. Para pasien mungkin menginginkan
terapis memberikan dukungan pada mereka, tetapi dukungan yang diberikan oleh
kawan-kawan sekelompok mungkin memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap
peningkatan harga diri dan kepercayaan diri.
6. Belajar bahwa
masalah atau kegagalan yang dialami seseorang bukanlah hal-hal yang unik.
7. Para anggota
kelompok yang bertambah baik merupakan sumber pengharapan bagi anggota-anggota
lain dalam kelompok.
8. Adanya
peluang-peluang untuk belajar menangani orang secara efektif.
Kekurangan Terapi Kelompok
1. Tidak semua
klien cocok : tertutup, masalah verbal, interaksi
2. Peran terapis
menyebar: menangani banyak orang sekaligus
3. Sulit
menumbuhkan kepercayaan: kurang personal
4. Klien sangat
tergantung dan beharap terlalu banyak pada kelompok
5. Kelompok tidak
dijadikan sarana untuk berlatih
6. Membutuhkan
terapis terlatih
REFERENSI:
Corey,
G. (2009). Teori dan praktek konseling dan psikoterapi. Bandung:
Refika Aditama.
Gunarsa, Singgih D. (2007). Konseling dan Psikoterapi.
Jakarta: Gunung Mulia.
Howland, Rebeka. (1997). Psikiatri. Alih Bahasa: R.F
Maulany. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Semiun,
Y. (2006). Kesehatan mental 3. Yogyakarta:
Kanisius
Tomb,
D. A. (2003). Buku saku : psikiatri. Jakarta: EGC
W.
S. Winkel. (1988). Bimbingan konseling di institusi pendidikan.Yogyakarta:
PT Grasindo Persada