Rabu, 23 Maret 2016

CONTOH KASUS PISKOANALISIS

Contoh Kasus Psikoanalisis

Kasus terhangat saat seorang dari Jombang mencincang korbannya dan membuangnya di sebuah tempat. Ia membunuh teman-temannya di halaman belakang rumahnya dan menguburnya diam-diam. 
Ia tenang saja, tak menutupi wajahnya ketika kamera televisi membidiknya. Ia mengaku tak tahu kenapa dia membunuh.

Psikopat adalah suatu gejala kelainan kepribadian yang sejak dahulu dianggap berbahaya dan mengganggu masayarakat. Menurut penelitian sekitar 1% dari total populasi dunia menghadapi psikopati. Pengidap ini sulit dideteksi karena sebanyak 80% lebih banyak yang berkeliaran dari pada yang mendekam dipenjara atau di rumah sakit jiwa, pengidaonya juga sukar disembuhkan. Dalam kasus kriminal, psikopat dikenali sebagai pembunuh, pemerkosa, dan koruptor. Namun, ini hanyalah 15-20% dari total psikopat. Selebihnya adalah pribadi yang berpenampilan sempurna, pandai bertutur kata, mempesona, mempunyai daya tarik luar biasa dan menyenangkan namun sebenarnya adalah orang yang membahayakan bagi masyarakat karena seorang psikopat dapat melakukan apa saja yang diinginkan dan yakin bahwa yang dilakukannya itu benar.

Kasus diatas jika dikaitkan dengan teori psikoanalisa, menjadi sebuah kritik tersendiri terhadap teori tersebut. Saat melakukan pembunuhan, pemerkosaan, atau korupsi seorang psikopat tidak memikirkan tindakan tersebut apakah salah atau benar.Dimana tugas tersebut seharusnya menjadi tugas ego, yang mempertimbangkan sebuah tindakan itu benar atau tidak. Saat selesai melakukan pembunuhan atau kesalahan, seorang psikopat tidak memiliki rasa bersalah atau tertekan dan cenderung menganggap remeh sebuah kesalahan. Dalam hal ini peran superego tidak berjalan semestinya, tidak ada hukuman terhada ego yang menjadi pelaksana, superego serasa tak mempunyai daya melawan kekuatan id untuk mempengaruhi ego.

Psikopat dapat disebabkan karena kesalahan pola asuh semasa kecil, karena kepribadian individu dibentuk oleh berbagai jenis pengalaman masa kanak-kanak awal,dan Energy seksual (libido) ada sejak lahir, yang kemudian berkembang melalui serangkaian tahapan psikoseksual yang bersumber pada proses-proses naluriah organisme. Maka , diperlukan asuhan yang tepat untuk mencegah menjadi psikopat.

Referensi :

Koeswara. Teori-Teori Kepribadian. 1986. PT.ERESCO:Bandung.
L.Atkinson, Rita. Pengantar Psikologi. 1983. Erlangga:Jakarta.
Moesono,Anggadewi. Psikoanalisis Dan Sastra. 2003. Pusat Penelitian Kemasyarakatan Dan Budaya, Lembaga Penelitian Universitas Indonesia:Depok.
W.Santrock, John. Perkembangan Remaja Edisi Ke-6. 2003. Erlangga:Jakarta.


Selasa, 22 Maret 2016

TUGAS 1 PSIKOTERAPI DAN PSIKOANALISIS


A.    Pengertian Psikoterapi
Psikoterapi adalah usaha penyembuhan untuk masalah yang berkaitan dengan pikiran, perasaan dan perilaku. Psikoterapi (Psychotherapy) berasal dari dua kata, yaitu "Psyche" yang artinya jiwa, pikiran atau mental dan "Therapy" yang artinya penyembuhan, pengobatan atau perawatan. Oleh karena itu, psikoterapi disebut juga dengan istilah terapi kejiwaan, terapi mental, atau terapi pikiran.
Orang yang melakukan psikoterapi disebut Psikoterapis (Psychotherapist). Seorang psikoterapis bisa dari kalangan dokter, psikolog atau orang dari latar belakang apa saja yang mendalami ilmu psikologi dan mampu melakukan psikoterapi.
Psikoterapi merupakan proses interaksi formal antara dua pihak atau lebih, yaitu antara klien dengan psikoterapis yang bertujuan memperbaiki keadaan yang dikeluhkan klien. Seorang psikoterapis dengan pengetahuan dan ketrampilan psikologisnya akan membantu klien mengatasi keluhan secara profesional dan legal.

B.     Tujuan Psikoterapi
Psikoterapi didasarkan pada fakta bahwa aspek-aspek mental manusia seperti cara berpikir, proses emosi, persepsi, believe system, kebiasaan dan pola perilaku bisa diubah dengan pendekatan psikologis. Tujuan psikoterapi antara lain:
·                Menghapus, mengubah atau mengurangi gejala gangguan psikologis.
·                Mengatasi pola perilaku yang terganggu.
·                Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan kepribadian yang positif.
·                Memperkuat motivasi klien untuk melakukan hal yang benar.
·                Menghilangkan atau mengurangi tekanan emosional.
·                Mengembangkan potensi klien.
·                Mengubah kebiasaan menjadi lebih baik.
·                Memodifikasi struktur kognisi (pola pikiran).
·                Memperoleh pengetahuan tentang diri / pemahaman diri.
·                Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan interaksi sosial.
·                Meningkatkan kemampuan dalam mengambil keputusan.
·                Membantu penyembuhan penyakit fisik.
·                Meningkatkan kesadaran diri.
·                Membangun kemandirian dan ketegaran untuk menghadapi masalah.
·                Penyesuaian lingkungan sosial demi tercapai perubahan dan masih banyak lagi.

C.     Unsur Psikoterapi
Masserman (Karasu 1984) telah melaporkan tujuh “parameter pengaruh” dasar yang mencakup unsur-unsur lazim pada semua jenis psikoterapi. Dalam hal ini termasuk :
·                     Peran sosial (martabat) psikoterapis,
·                     Hubungan (persekutuan terapeutik),
·                     Hak,
·                     Retrospeksi,
·                     Re-edukasi,
·                     Rehabilitasi,
·                     Resosialisasi dan rekapitulasi.
Unsur – unsur psikoterapeutik dapat dipilih untuk masing-masing pasien dan dimodifikasi dengan berlanjutnya terapi. Ciri-ciri ini dapat diubah dengan berubahnya tujuan terapeutik, keadaan mental dan kebutuuhan pasien.

D.    Perbedaan antara psikoterapis dan konselling
Ivey & Simek-Downing (1980) berpendapat bahawa psikoterapi adalah proses jangka panjang, berhubungan dengan upaya merekonstruksi seseorang dan perubahan yang lebih besar dalam struktur kepribadian. Sedangkan konseling dikemukakan oleh mereka sebagai suatu proses yang lebih insentif berhubungan dengan upaya membantu orang normal mencapai tujuannya dan agar berfungsi lebih efektif. Berdasarkan pengertian dari Ivey dan SImek-Downing dapat disimpulkan bahwa perbedaannya terletak pada waktu. Psikoterapi merubah kepribadian seseorang dengan jangka waktu yang lama, sedangkan konseling hanya membantu seseorang yang normal agar lebih efektif dna mencapai tujuannya.
                Sekarang, mari kita lihat perbedaan antara psikoterapi dan konseling dilihat dari segi tujuan, klien, konselor dan penyelenggara, serta metode yang digunakan.
Berdasarkan Tujuan
Menurut Hans dan MacLean (1995) konseling menitikberatkan pada upaya pencegahan agar tidak terjadi penyimpangan. Konseling bertujuan untuk membantu seseorang menghadapi tugas-tugas perkembangan, contohnya remaja yang menghadapi masalah seks. Sedangkan psikoterapi menyembuhkan penyimpangan yang terjadi baru melakukan pencegahan agar penyimpangan itu tidak timbul kembali. Dapat dikatakan bahawa psikoterapi bertujuan untuk menyembuhkan.
Menurut Mowrer (1953) konseling mengatasi orang yang mengalami kecemasan normal. Sedangkan psikoterapi mengatasi orang yang mengalami gangguan kecemasan.
Tyler (1961) berpendapat bahwa konseling berhubungan dengan proses bantuan terhadap klien agar menumbuhkan identitas, sedangkan psikoterapi melakukan perubahan pada struktur dasar perkembangannya.
Stefflre & Grant (1972) mengatakan tujuan konseling terbatas hanya mempengaruhi perkembangan seseorang dengan situasi sesaat sedangkan psikoterapi tidak hanya memperhatikan sekarang, melainkan yg akan datang.
Blocher (1996) merumuskan perbedaan antara keduanya sebagai berikut :
Pada konseling : developmental – educative – preventive.
Pada psikoterapi : remediative – adjustive – therapy.
Dari berbagai pandangan tokoh diatas, saya menyimpulkan bahwa perbedaan psikoterapi dan konseling dilihat dari tujuannya adalah psikoterapi untuk menyembuhkan, merubah seseorang yang telah mengalami masalah untuk jangka waktu yang panjang. Sedangkan konseling bertujuan untuk mencegah seserang mengalami masalah serta membantu seseorang untuk menemukan identitas dirinya yang sebenar-benarnya.


·         Dilihat dari Klien, Konselor dan Penyelenggara
Secara tradisional membedakan konseling dan psikoterapi mudah karena pada konseling, konselor menghadapi klien yang normal, sedangkan psikoterapi, terapis menghadapi klien yang mengalami neurosis atau psikosis. Patterson (1973) dan Pallone (1977) mengatakan konseling diberikan pada klien, sedangkan psikoterapi diberikan pada seorang pasien.
Konselor dan Psikoterapis memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda, namun ada kesamaan yang terletak pada subjek tertentu yang harus dilatih dan dipelajari seperti teori dasar kepribadian dengan perkembangan, gangguan, perubahan dan penilaian dan alat penilainya.
Koseling bisa dilakukan di Lembaga Pendidikan seperti sekolah, Perguruan Tinggi, Biro Khusus atau praktik pribadi. Psikoterapi dilakukan dalam kegiatan yang sifatnya klinis di Lembaga Pendidikan dengan pengaturan dan suasana yang khusus. Namun, psikoterapi banyak dilakukan di Rumah Sakit, Lembaga khusus atau praktik pribadi yang berhubungan dengan kesehatan.
·         Dilihat dari Metode
Perbedaan antara konseling dan psikoterapi tidak besar karena berbagai metode bias dipakai keduanya, seperti rapport, menerima dan menghargai hakikat dan martabat pasien, kualitas hubungan dengan pembatasan-pembatasannya. Namun, perbedaan antara keduanya diungkapkan oleh Stefflre & Grant (1972) yaitu konseling ditandai oleh jangka waktu yang lebih singkat, lebih sedikit waktu pertemuannya, lebih banyak melakukan evaluasi psikologis, lebih memperhatikan masalah sehari-hari klien, lebih memfokuskan pada aktivitas kesadaran, lebih memberikan nasihat, kurang berhubungan dengan transferens, lebih menekankan pada situasi yang riil, lebih kognitif dan berkurang intensitas emosi, lebih menjelaskan atau menerangkan dan lebih sedikit kekaburannya.


E.     Pendekatan terhadap Mental illness
1.      Terapi Psikoanalisis (Psikodinamika)
Membuat sesuatu yang tidak sadar menjadi sesuatu yang disadari. Membantu klien menghidupkan kembali pengalaman-pengalaman yang sudah lewat. Tujuannya adalah agar klien menyadari apa yang sebelumnya tidak disadarinya.
2.      Terapi Behavioral
Manusia bertindak secara otomatis karena membentuk asosiasi (hubungan sebab-akibat atau aksi-reaksi). Dalam hal ini berkaitan dengan classical conditioning(Ivan Pavlov) yang menggunakan anjing sebagai percobaannya, ketika anjing menekan bel muncul makanan dan air liur. Selain itu juga operant conditioning(B.F Skinner) yang menggunakan tikus sebagai percobaannya.
3.      Terapi Humanistik
Sebuah pendekatan umum terhadap perilaku manusia yang menekankan pada keunikan, keberhargaan, dan nilai tujuan pribadi. Terapi humanistic adalah terapi yang dimaksudkan untuk menangani manusia secara menyeluruh.
4.    Terapi Kognitif
Perilaku manusia dipengaruhi oleh pikirannya. Terapi ini lebih fokus pada memodifikasi pola pikiran untuk bisa mengubah perilaku. Tujuan terapi ini adalah mengubah pola pikir dengan cara meningkatkan kesadaran dan berpikir rasional.

Terapi Psikoanalisis
Konsep-Konsep Dasar Teori Psikoanalisis
a.       Kesadaran
Menurut freud, kehidupan jiwa memiliki tiga tingkatan kesadaran, yakni sadar (en:conscious), prasadar (en:preconscious), dan tak-sadar (unconscious).
b.      Struktur Kepribadian
Menurut freud, kehidupan jiwa memiliki tiga tingkatan kesadaran, yakni sadar (en:conscious), prasadar (en:preconscious), dan tak-sadar (unconscious).
Aliran psikoanalisis Freud merujuk pada suatu jenis perlakuan dimana orang yang dianalisis mengungkapkan pemikiran secara verbal, termasuk asosiasi bebas, khayalan, dan mimpi, yang menjadi sumber bagi seorang penganalisis merumuskan konflik tidak sadar yang menyebabkan gejala yang dirasakan dan permasalahan karakter pada pasien, kemudian menginterpretasikannya bagi pasien untuk menghasilkan pemahaman diri untuk pemecahan masalahnya.

Mekanisme Pertahanan Ego
1.        Represi
Represi adalah bentuk mekanisme pertahanan ego yang paling sering kita tahu dan yang biasa kita lakukan. Mekanisme pertahanan ego ini juga mendasari banyak teorinya Freud. Dalam bukunya, Psychopathology of Everyday Life, Freud juga banyak membahas berbagai gangguan emosional yang didasari oleh mekanisme pertahanan ego ini. Represi sendiri adalah usaha menyingkirkan atau menekan pengalaman atau informasi yang menimbulkan kecemasan ke bawah sadar. Mekanisme ini disebut juga proses pelupaan.
2.         Penolakan
Penolakan atau denial dapat disebut juga pengingkaran. Penolakan adalah mekanisme pertahanan ego menolak situasi yang membuat tidak nyaman atau menimbulkan kecemasan. Misalnya saja orang yang khawatir bahwa benjolan di tubuhnya adalah kanker, malah mengingkarinya sebagai kanker. Hal ini menjadi negatif jika pengingkaran membuatnya malah tidak berusaha memeriksakan ke dokter.


3.         Pengalihan
Pengalihan atau displacement dilakukan dengan cara mengalihkan kepada sasaran lain, bukan sasaran yang sebenarnya dituju. Sasaran ini biasanya lebih aman jika dibandingkan dengan sasaran yang asli. Misalnya saja marah kepada bos. Karena takut atau tidak mungkin memarahi bos, maka ketika pulang ke rumah, kemarahan disalurkan kepada keluarganya.
4.         Proyeksi
Proyeksi juga merupakan mekanisme pertahanan ego yang dilakukan dengan cara mengalihkan dorongan kepada orang lain. Misalnya saja orang yang melakukan tindakan kekerasan. Ketika ditanya kenapa dia melukai orang lain, dia menjawab, “Mereka yang mulai duluan!”.
5.         Fantasi
Fantasi atau berkhayal juga berfungsi mereduksi dorongan. Bentuk pengurangan dorongan adalah dengan mengalihkan kepada bayangan yang diciptakan dalam pikiran. Misalnya saja lamarannya ditolak, maka dia membayangkan ada suatu saat akan diterima atau mendapatkan pengganti yang lebih baik.
6.         Rasionalisasi
Rasionalisasi adalah mekanisme pertahanan ego yang dilakukan dengan menciptakan alasan yang membenarkan tindakan. Alasan ini berfungsi untuk mereduksi ketegangan, karena itu juga bisa melindungi ego dari ketegangan tersebut. Misalnya saja kita contohkan dengan seseorang yang ditolak lamarannya terhadap seorang gadis (contoh yang di bagian fantasi), maka ia bisa mengatakan atau berpikir bahwa ini adalah jalan untuk mendapatkan yang lebih baik. Proses rasionalisasi memang kadang bisa juga diiringi dengan fantasi.
7.      Regresi
Regresi adalah mekanisme pertahanan ego yang dilakukan dengan cara kembali atau mundur kepada tahapan perkembangan sebelumnya. Misalnya saja anak yang ingin tetap mendapatkan perhatian dari ibu pasca adiknya lahir. Ia berlaku seperti anak-anak, karena ingin tetap diperhatikan.
8.      Reaksi formasi
Reaksi formasi adalah bentuk mekanisme pertahanan ego yang dilakukan dengan berlaku sebaliknya, membentuk reaksi yang dianggap baik. Misalnya saja seorang wanita yang menyukai seorang pria. Karena rasa gengsi, maka ia bertindak cuek, tidak perhatian, bahkan bisa seolah membencinya.

Perkembangan Psikoseksual
·          Fase oral: 0 s.d 1 tahun, pada fase ini mulut merupukan daerah pokok dari aktivitas dinamis .
·         Fase anal: 1 s.d 3 tahun , pada fase ini kateksis dan anti kateksis berpusat pada anal (pembuangan kotoran) .
·         Fase phallis: 3 s.d 5 tahun , pada fase ini alat kelamin merupakan daerah erogen terpenting .
·         Fase latent: 5 s.d 13 tahun , pada fase ini implus-implus cenderung untuk ada dalam  keadaan tertekan .
·         Fase pubertas: 12 s.d 20 tahun , pada fase ini implus-implus yang selama pada fase latent seakan-akan tertekan, menonjol dan membawa aktivitas-aktivitas yang dinamis.
·         Fase genital: pada fase ini individu telah beruabah dari mengejar kenikmatan menjadi orang dewasa yang telah di sosialisasikan dengan realitas. Tetapi fungsi pokok fase genital adalah reproduksi.

Unsur Unsur Terapi
Munculnya Gangguan 
humanistik kepribadian, psikopatologi, dan psikoterapi awalnya menarik sebagian besar konsep-konsep dari filsafat eksistensial, menekankan kebebasan bawaan manusia untuk memilih, bertanggung jawab atas pilihan mereka, dan hidup sangat banyak pada saat ini. Hidup sehat di sini dan sekarang menghadapkan kita dengan realitas eksistensial menjadi, kebebasan, tanggung jawab, dan pilihan, serta merenungkan eksistensi yang pada gilirannya memaksa kita untuk menghadapi kemungkinan pernah hadir ketiadaan. Pencarian makna dalam kehidupan masing-masing individu adalah tujuan utama dan aspirasi tertinggi. Pendekatan humanistik kontemporer psikoterapi berasal dari tiga sekolah pemikiran yang muncul pada 1950-an, eksistensial, Gestalt, dan klien berpusat terapi.

Tujuan Terapi
·         Menyajikan kondisi-kondisi untuk memaksimalkan kesadaran diri dan pertumbuhan.
·         Menghapus penghambat-penghambat aktualisasi potensi pribadi. membantu klien menemukan dan menggunakan kebebasan memilih dan memperluas kesadaran diri.
·         Membantu klien agar bebas dan bertanggung jawab atas arah kehidupan sendiri.

Peran Terapis
Menurut Buhler dan Allen, para ahli psikoterapi Humanistik memiliki orientasi bersama yang mencakup hal-hal berikut:
·         Mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi
·         Menyadari peran dan tanggung jawab terapis
·         Mengakui sifat timbale balik dari hubungan terapeutik.
·         Berorientasi pada pertumbuhan
·         Menekankan keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi yang menyeluruh.
·         Mengakui bahwa putusan-putusan dan pilihan-pilihan akhir terletak di tangan klien.
·         Memandang terapis sebagai model, bisa secara implicit menunjukkan kepada klien potensi bagi tindakan kreatif dan positif.
·         Mengakui kebebasan klien untuk mengungkapkan pandagan dan untuk mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri.
·         Bekerja kearah mengurangi kebergantungan klien serta meningkatkan kebebasan klien.



Teknik Teknik Terapi
Free Association
Free Association sebagai teknik utama dalam psikoanalisis. Salah satu pasien Freud, menyebut metode free association sebagai “penyembuhan dengan bicara”. Maksudnya suatu metode terapi yang dirancang untuk memberikan kebebasan secara total kepada pasien dalam mengungkapkan segala apa yang terlintas dibenaknya, termasuk mimpi-mimpi, berbagai fantasi, dan hal-hal konflik dalam dirinya tanpa diagenda, dikomentari, ataupun banyak dipotong, apalagi disensor. Asosiasi bebas merupakan suatu metode pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman masa lampau dan pelepasan emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi traumatis masa lalu, yang kemudian dikenal dengankatarsis. Asosiasi merupakan salah satu dari peralatan dasar sebagai pembuka pintu keinginan, khayalan, konflik, serta motivasi yang tidak disadari. Dalam tehnik ini Freud menggunakan Hipnotis untuk mendapatkan data-data dari klien mengenai hal-hal yang dia pikirkan dialam bawah sadarnya, dengan tehnik ini klien dapat mengutarakan apapun yang dia rasakan tanpa ada yang disembunyikan sehingga psikoterapis dapat menganalisis masalah apa yang sebenarnya terjadi pada klien. Penerapan metode ini dilakukan dengan posisi klien berbaring diatas dipan/sofa sementara terapis duduk dibelakangnya, sehingga tidak mengalihkan perhatian klien pada saat-saat asosiasinya mengalir dengan bebas. Dalam hal ini terapis fokus bertugas untuk mendengarkan, mencatat, menganalisis bahan yang direpres, memberitahu/membimbing pasien memperoleh insight (dinamika yang mendasari perilaku yang tidak disadari).

Analisis Transference
Transferensi adalah pengalihan sikap, perasaan dan khayalan pasien. Transferensi muncul dengan sendirinya dalam proses terapeutik pada saat dimana kegiatan-kegiatan klien masa lalu yang tak terselesaikan dengan orang lain, menyebabkan dia mengubah masa kini dan mereaksi kepada analisis sebagai yang dia lakukan kepada ibunya atau ayahnya ataupun siapapun. Transferensi berarti proses pemindahan emosi-emosi yang terpendam atau ditekan sejak awal masa kanak-kanak oleh pasien kepada terapis. Dalam keadaan neurosis, merupakan pemuasan libido klien yang diperoleh melalui mekanisme pengganti atau lewat kasih sayang yang melekat dan kasih sayang pengganti. Transferensi dinilai sebagai alat yang sangat berharga bagi terapis untuk menyelidiki ketidaksadaran pasien karena alat ini mendorong klien untuk menghidupkan kembali berbagai pengalaman emosional dari tahun-tahun awal kehidupannya. Teknik analisis transferensi dilakukan agar klien mampu mengembangkan tranferensinya guna mengungkap kecemasan-kecemasan yang dialami pada masa lalunya (masa anak-anak), sehingga terapis punya kesempatan untuk menginterpretasi tranferen. Dan pada teknik ini terapis menggunakan sifat-sifat netral, objektif, anonim, dan pasif serta tidak memberikan saran. Transferensi pada tahap yang paling kritis berefek abreaksi (pelepasan tegangan emosional) pada pasien. Efek lain yang mungkin, ada dua, yaitu positif dan negatif. Positif: saat pasien secara terbuka mentransferkan perasaan-perasaannya sehingga menyebabkan kelekatan, ketergantungan, bahkan cinta kepada terapis. Negatif: saat kebencian, ketidaksabaran, dan kadang-kadang perlawanan yang keras terhadap terapis. Dan ini dapat berefek fatal terhadap proses terapi.

Analisis Resisten
Resistensi adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan mencegah klien mengemukakan bahan yang tidak disadari. Selama asosiasi bebas dan analisis mimpi, klien dapat menunjukkan ketidaksediaan untuk menghubungkan pikiran, perasaan, dan pengalaman tertentu. Freud memandang bahwa resistensi dianggap sebagai dinamika tak sadar yang digunakan oleh klien sebagai pertahanan terhadap kecemasan yang tidak bisa dibiarkan, yang akan meningkat jika klien menjadi sadar atas dorongan atau perasaan yang direpres tersebut. Analisis dan penafsiran resistensi, ditujukan untuk membantu klien agar menyadari alasan-alasan yang ada dibalik resistensi sehingga dia bisa menanganinya, terapis meminta klien menafsirkan resistensi. Tujuannya adalah mencegah material-material mengancam yang akan memasuki kesadaran klien, dengan cara mencegah klien mengungkapkan hal-hal yang tidak disadarinya.

Analisis Mimpi
Studi Freud yang mendalam tentang mimpi melahirkan pandangan-pandangan kritisnya tentang hal ini. Baginya mimpi merupakan perwujudan dari materi atau isi yang tidak disadari, yang memasuki kesadaran lewat yang tersamar dan bersifat halusinasi atas keinginan-keinginan yang terpaksa ditekan. Mimpi memiliki dua taraf, yaitu isilaten dan isi manifes. Isi laten terdiri atas motif-motif yang disamarkan, tersembunyi, simbolik, dan tidak disadari. Karena begitu menyakitkan dan mengancam, maka dorongan-dorongan seksual dan perilaku agresif tak sadar ditransformasikan ke dalam isi manifes yang lebih dapat diterima, yaitu impian yang tampil pada si pemimpi sebagaimana adanya. Bagian teori tentang mimpi yang paling hakiki dan vital bagi Freud adalah adanya kaitan antara distorsi mimpi dengan suatu konflik batiniah atau semacam ketidakjujuran batiniah. Oleh karena itu Freud mencetuskan teknik analisis mimpi. Analisis mimpi merupakan prosedur yang penting untuk membuka hal-hal yang tidak disadari dan membantu klien untuk memperoleh pemahaman kepada masalah-masalah yang belum terpecahkan. Selama tidur, pertahanan-pertahanan melemah, sehingga perasaan-perasaan yang direpres akan muncul ke permukaan, meski dalam bentuk lain. Freud memandang bahwa mimpi merupakan “jalan istimewa menuju ketidaksadaran”, karena melalui mimpi tersebut hasrat-hasrat, kebutuhan-kebutuhan, dan ketakutan tak sadar dapat diungkapkan. Pada teknik ini biasanya para psikoterapis memfokuskan mimpi-mimpi yang bersifat berulang, menakutkan dan sudah pada taraf mengganggu. Tugas terapis adalah mengungkap makna-makna yang disamarkan dengan mempelajari simbol-simbol yang terdapat dalam isi manifes. Di dalam proses terapi, terapis juga dapat meminta klien untuk mengasosiasikan secara bebas sejumlah aspek isi manifes impian untuk mengungkap makna-makna yang terselubung.

Referensi:
Basuki, Heru. 2008. Psikologi Umum. Jakarta. Gunadarma
D.Gunarsa, Prof.DR.Singgih. (1992). Konseling dan Psikoterapi. Gunung Mulia: Jakarta.
Gerald, Corey. (2005). Theory and Practice of Counseling and Psychoterapy. Thompson learning: USA.
Gunarsa, Singgih D. 1996. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta : BPK Gunung Mulia
Hartosujono. Diktat Psikologi. Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa: Yogyakarta
Markam, S.L.S., Sumarmo. (2007). Pengantar Psikologi Klinis. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press)
Maulany, R.F. (1994). Buku Saku Psikoterapi: Residen Bagian Psikiatri UCLA. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Palmer, Stephen. (2011). Konseling Psikoterapiditerjemahkan dari Introduction to Counselling and Psychotherapy. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Pujosuwarno, Sayekti. 1993. Berbagai Pendekatan Dalam Konseling. Yogyakarta. Menara Mas Offset
Semiun, Yustinus. 2012.Teori-teori kepribadian 1 dan 2. Penerbit Kanisius: Yogyakarta.
Surya, Mohamad. 2003. Teori-Teori Konseling. Bandung. Pustaka Bani Quraisy