A. Pengertian Psikoterapi
Psikoterapi adalah usaha penyembuhan
untuk masalah yang berkaitan dengan pikiran, perasaan dan perilaku. Psikoterapi
(Psychotherapy) berasal dari dua kata, yaitu "Psyche" yang artinya
jiwa, pikiran atau mental dan "Therapy" yang artinya penyembuhan,
pengobatan atau perawatan. Oleh karena itu, psikoterapi disebut juga dengan
istilah terapi kejiwaan, terapi mental, atau terapi pikiran.
Orang yang melakukan psikoterapi disebut Psikoterapis
(Psychotherapist). Seorang psikoterapis bisa dari kalangan dokter, psikolog
atau orang dari latar belakang apa saja yang mendalami ilmu psikologi dan mampu
melakukan psikoterapi.
Psikoterapi
merupakan proses interaksi formal antara dua pihak atau lebih, yaitu antara
klien dengan psikoterapis yang bertujuan memperbaiki keadaan yang dikeluhkan
klien. Seorang psikoterapis dengan pengetahuan dan ketrampilan psikologisnya
akan membantu klien mengatasi keluhan secara profesional dan legal.
B. Tujuan Psikoterapi
Psikoterapi didasarkan pada fakta bahwa aspek-aspek mental manusia seperti
cara berpikir, proses emosi, persepsi, believe system, kebiasaan dan pola
perilaku bisa diubah dengan pendekatan psikologis. Tujuan psikoterapi antara
lain:
·
Menghapus, mengubah atau mengurangi gejala gangguan
psikologis.
·
Mengatasi pola perilaku yang terganggu.
·
Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan kepribadian
yang positif.
·
Memperkuat motivasi klien untuk melakukan hal yang
benar.
·
Menghilangkan atau mengurangi tekanan emosional.
·
Mengembangkan potensi klien.
·
Mengubah kebiasaan menjadi lebih baik.
·
Memodifikasi struktur kognisi (pola pikiran).
·
Memperoleh pengetahuan tentang diri / pemahaman diri.
·
Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan interaksi
sosial.
·
Meningkatkan kemampuan dalam mengambil keputusan.
·
Membantu penyembuhan penyakit fisik.
·
Meningkatkan kesadaran diri.
·
Membangun kemandirian dan ketegaran untuk menghadapi
masalah.
·
Penyesuaian lingkungan sosial demi tercapai perubahan
dan masih banyak lagi.
C.
Unsur Psikoterapi
Masserman (Karasu 1984) telah
melaporkan tujuh “parameter pengaruh” dasar yang mencakup unsur-unsur lazim
pada semua jenis psikoterapi. Dalam hal ini termasuk :
·
Peran sosial (martabat) psikoterapis,
·
Hubungan (persekutuan terapeutik),
·
Hak,
·
Retrospeksi,
·
Re-edukasi,
·
Rehabilitasi,
·
Resosialisasi dan rekapitulasi.
Unsur – unsur psikoterapeutik dapat dipilih untuk
masing-masing pasien dan dimodifikasi dengan berlanjutnya terapi. Ciri-ciri ini
dapat diubah dengan berubahnya tujuan terapeutik, keadaan mental dan kebutuuhan
pasien.
D.
Perbedaan antara psikoterapis dan konselling
Ivey & Simek-Downing (1980)
berpendapat bahawa psikoterapi adalah proses jangka panjang, berhubungan dengan
upaya merekonstruksi seseorang dan perubahan yang lebih besar dalam struktur
kepribadian. Sedangkan konseling dikemukakan oleh mereka sebagai suatu proses
yang lebih insentif berhubungan dengan upaya membantu orang normal mencapai
tujuannya dan agar berfungsi lebih efektif. Berdasarkan pengertian dari Ivey
dan SImek-Downing dapat disimpulkan bahwa perbedaannya terletak pada waktu.
Psikoterapi merubah kepribadian seseorang dengan jangka waktu yang lama,
sedangkan konseling hanya membantu seseorang yang normal agar lebih efektif dna
mencapai tujuannya.
Sekarang, mari kita lihat perbedaan antara psikoterapi dan konseling dilihat
dari segi tujuan, klien, konselor dan penyelenggara, serta metode yang
digunakan.
Berdasarkan
Tujuan
Menurut Hans dan MacLean (1995) konseling
menitikberatkan pada upaya pencegahan agar tidak terjadi penyimpangan.
Konseling bertujuan untuk membantu seseorang menghadapi tugas-tugas
perkembangan, contohnya remaja yang menghadapi masalah seks. Sedangkan
psikoterapi menyembuhkan penyimpangan yang terjadi baru melakukan pencegahan
agar penyimpangan itu tidak timbul kembali. Dapat dikatakan bahawa psikoterapi
bertujuan untuk menyembuhkan.
Menurut Mowrer (1953) konseling mengatasi
orang yang mengalami kecemasan normal. Sedangkan psikoterapi mengatasi orang
yang mengalami gangguan kecemasan.
Tyler (1961) berpendapat bahwa konseling
berhubungan dengan proses bantuan terhadap klien agar menumbuhkan identitas,
sedangkan psikoterapi melakukan perubahan pada struktur dasar perkembangannya.
Stefflre & Grant (1972) mengatakan
tujuan konseling terbatas hanya mempengaruhi perkembangan seseorang dengan
situasi sesaat sedangkan psikoterapi tidak hanya memperhatikan sekarang,
melainkan yg akan datang.
Blocher
(1996) merumuskan perbedaan antara keduanya sebagai berikut :
Pada
konseling : developmental – educative – preventive.
Pada
psikoterapi : remediative – adjustive – therapy.
Dari berbagai pandangan tokoh diatas, saya
menyimpulkan bahwa perbedaan psikoterapi dan konseling dilihat dari tujuannya
adalah psikoterapi untuk menyembuhkan, merubah seseorang yang telah mengalami
masalah untuk jangka waktu yang panjang. Sedangkan konseling bertujuan untuk
mencegah seserang mengalami masalah serta membantu seseorang untuk menemukan
identitas dirinya yang sebenar-benarnya.
·
Dilihat dari Klien, Konselor dan
Penyelenggara
Secara tradisional membedakan konseling
dan psikoterapi mudah karena pada konseling, konselor menghadapi klien yang
normal, sedangkan psikoterapi, terapis menghadapi klien yang mengalami neurosis
atau psikosis. Patterson (1973) dan Pallone (1977) mengatakan konseling
diberikan pada klien, sedangkan psikoterapi diberikan pada seorang pasien.
Konselor dan Psikoterapis memiliki latar
belakang pendidikan yang berbeda, namun ada kesamaan yang terletak pada subjek
tertentu yang harus dilatih dan dipelajari seperti teori dasar kepribadian
dengan perkembangan, gangguan, perubahan dan penilaian dan alat penilainya.
Koseling bisa dilakukan di Lembaga
Pendidikan seperti sekolah, Perguruan Tinggi, Biro Khusus atau praktik pribadi.
Psikoterapi dilakukan dalam kegiatan yang sifatnya klinis di Lembaga Pendidikan
dengan pengaturan dan suasana yang khusus. Namun, psikoterapi banyak dilakukan
di Rumah Sakit, Lembaga khusus atau praktik pribadi yang berhubungan dengan
kesehatan.
·
Dilihat dari Metode
Perbedaan antara konseling dan psikoterapi
tidak besar karena berbagai metode bias dipakai keduanya, seperti rapport,
menerima dan menghargai hakikat dan martabat pasien, kualitas hubungan dengan
pembatasan-pembatasannya. Namun, perbedaan antara keduanya diungkapkan oleh
Stefflre & Grant (1972) yaitu konseling ditandai oleh jangka waktu yang
lebih singkat, lebih sedikit waktu pertemuannya, lebih banyak melakukan
evaluasi psikologis, lebih memperhatikan masalah sehari-hari klien, lebih
memfokuskan pada aktivitas kesadaran, lebih memberikan nasihat, kurang
berhubungan dengan transferens, lebih menekankan pada situasi yang riil, lebih
kognitif dan berkurang intensitas emosi, lebih menjelaskan atau menerangkan dan
lebih sedikit kekaburannya.
E. Pendekatan
terhadap Mental illness
1. Terapi
Psikoanalisis (Psikodinamika)
Membuat
sesuatu yang tidak sadar menjadi sesuatu yang disadari. Membantu klien
menghidupkan kembali pengalaman-pengalaman yang sudah lewat. Tujuannya adalah
agar klien menyadari apa yang sebelumnya tidak disadarinya.
2. Terapi
Behavioral
Manusia bertindak secara otomatis karena
membentuk asosiasi (hubungan sebab-akibat atau aksi-reaksi). Dalam hal ini
berkaitan dengan classical conditioning(Ivan Pavlov) yang menggunakan
anjing sebagai percobaannya, ketika anjing menekan bel muncul makanan dan air liur.
Selain itu juga operant conditioning(B.F Skinner) yang menggunakan tikus
sebagai percobaannya.
3. Terapi
Humanistik
Sebuah pendekatan umum terhadap perilaku
manusia yang menekankan pada keunikan, keberhargaan, dan nilai tujuan pribadi.
Terapi humanistic adalah terapi yang dimaksudkan untuk menangani manusia secara
menyeluruh.
4. Terapi
Kognitif
Perilaku manusia dipengaruhi oleh
pikirannya. Terapi ini lebih fokus pada memodifikasi pola pikiran untuk bisa
mengubah perilaku. Tujuan terapi ini adalah mengubah pola pikir dengan cara
meningkatkan kesadaran dan berpikir rasional.
Terapi Psikoanalisis
Konsep-Konsep Dasar Teori Psikoanalisis
a. Kesadaran
Menurut freud, kehidupan jiwa memiliki
tiga tingkatan kesadaran, yakni sadar (en:conscious), prasadar
(en:preconscious), dan tak-sadar (unconscious).
b.
Struktur Kepribadian
Menurut freud, kehidupan jiwa memiliki
tiga tingkatan kesadaran, yakni sadar (en:conscious), prasadar
(en:preconscious), dan tak-sadar (unconscious).
Aliran psikoanalisis Freud merujuk pada
suatu jenis perlakuan dimana orang yang dianalisis mengungkapkan pemikiran
secara verbal, termasuk asosiasi
bebas, khayalan, dan mimpi,
yang menjadi sumber bagi seorang penganalisis merumuskan konflik tidak sadar
yang menyebabkan gejala yang dirasakan dan permasalahan karakter pada pasien,
kemudian menginterpretasikannya bagi pasien untuk menghasilkan pemahaman diri
untuk pemecahan masalahnya.
Mekanisme
Pertahanan Ego
1.
Represi
Represi adalah bentuk mekanisme pertahanan
ego yang paling sering kita tahu dan yang biasa kita lakukan. Mekanisme
pertahanan ego ini juga mendasari banyak teorinya Freud. Dalam bukunya, Psychopathology of Everyday Life,
Freud juga banyak membahas berbagai gangguan emosional yang didasari oleh
mekanisme pertahanan ego ini. Represi sendiri adalah usaha menyingkirkan atau
menekan pengalaman atau informasi yang menimbulkan kecemasan ke bawah sadar.
Mekanisme ini disebut juga proses pelupaan.
2.
Penolakan
Penolakan atau denial dapat disebut juga
pengingkaran. Penolakan adalah mekanisme pertahanan ego menolak situasi yang
membuat tidak nyaman atau menimbulkan kecemasan. Misalnya saja orang yang
khawatir bahwa benjolan di tubuhnya adalah kanker, malah mengingkarinya sebagai
kanker. Hal ini menjadi negatif jika pengingkaran membuatnya malah tidak
berusaha memeriksakan ke dokter.
3.
Pengalihan
Pengalihan atau displacement dilakukan
dengan cara mengalihkan kepada sasaran lain, bukan sasaran yang sebenarnya
dituju. Sasaran ini biasanya lebih aman jika dibandingkan dengan sasaran yang
asli. Misalnya saja marah kepada bos. Karena takut atau tidak mungkin memarahi
bos, maka ketika pulang ke rumah, kemarahan disalurkan kepada keluarganya.
4.
Proyeksi
Proyeksi juga merupakan mekanisme
pertahanan ego yang dilakukan dengan cara mengalihkan dorongan kepada orang
lain. Misalnya saja orang yang melakukan tindakan kekerasan. Ketika ditanya
kenapa dia melukai orang lain, dia menjawab, “Mereka yang mulai duluan!”.
5.
Fantasi
Fantasi atau berkhayal juga berfungsi
mereduksi dorongan. Bentuk pengurangan dorongan adalah dengan mengalihkan
kepada bayangan yang diciptakan dalam pikiran. Misalnya saja lamarannya
ditolak, maka dia membayangkan ada suatu saat akan diterima atau mendapatkan
pengganti yang lebih baik.
6.
Rasionalisasi
Rasionalisasi adalah mekanisme pertahanan
ego yang dilakukan dengan menciptakan alasan yang membenarkan tindakan. Alasan
ini berfungsi untuk mereduksi ketegangan, karena itu juga bisa melindungi ego
dari ketegangan tersebut. Misalnya saja kita contohkan dengan seseorang yang
ditolak lamarannya terhadap seorang gadis (contoh yang di bagian fantasi), maka
ia bisa mengatakan atau berpikir bahwa ini adalah jalan untuk mendapatkan yang
lebih baik. Proses rasionalisasi memang kadang bisa juga diiringi dengan fantasi.
7.
Regresi
Regresi adalah mekanisme pertahanan ego
yang dilakukan dengan cara kembali atau mundur kepada tahapan perkembangan
sebelumnya. Misalnya saja anak yang ingin tetap mendapatkan perhatian dari ibu
pasca adiknya lahir. Ia berlaku seperti anak-anak, karena ingin tetap
diperhatikan.
8.
Reaksi formasi
Reaksi formasi adalah bentuk mekanisme
pertahanan ego yang dilakukan dengan berlaku sebaliknya, membentuk reaksi yang
dianggap baik. Misalnya saja seorang wanita yang menyukai seorang pria. Karena
rasa gengsi, maka ia bertindak cuek, tidak perhatian, bahkan bisa seolah
membencinya.
Perkembangan Psikoseksual
· Fase
oral: 0 s.d 1 tahun, pada fase ini mulut merupukan daerah pokok dari aktivitas
dinamis .
· Fase
anal: 1 s.d 3 tahun , pada fase ini kateksis dan anti kateksis berpusat pada
anal (pembuangan kotoran) .
· Fase
phallis: 3 s.d 5 tahun , pada fase ini alat kelamin merupakan daerah erogen
terpenting .
· Fase
latent: 5 s.d 13 tahun , pada fase ini implus-implus cenderung untuk ada
dalam keadaan tertekan .
· Fase
pubertas: 12 s.d 20 tahun , pada fase ini implus-implus yang selama pada fase
latent seakan-akan tertekan, menonjol dan membawa aktivitas-aktivitas yang
dinamis.
· Fase
genital: pada fase ini individu telah beruabah dari mengejar kenikmatan menjadi
orang dewasa yang telah di sosialisasikan dengan realitas. Tetapi fungsi pokok
fase genital adalah reproduksi.
Unsur Unsur Terapi
Munculnya Gangguan
humanistik
kepribadian, psikopatologi, dan psikoterapi awalnya menarik sebagian besar
konsep-konsep dari filsafat eksistensial, menekankan kebebasan bawaan manusia
untuk memilih, bertanggung jawab atas pilihan mereka, dan hidup sangat banyak
pada saat ini. Hidup sehat di sini dan sekarang menghadapkan kita dengan
realitas eksistensial menjadi, kebebasan, tanggung jawab, dan pilihan, serta
merenungkan eksistensi yang pada gilirannya memaksa kita untuk menghadapi
kemungkinan pernah hadir ketiadaan. Pencarian makna dalam kehidupan
masing-masing individu adalah tujuan utama dan aspirasi tertinggi. Pendekatan
humanistik kontemporer psikoterapi berasal dari tiga sekolah pemikiran yang
muncul pada 1950-an, eksistensial, Gestalt, dan klien berpusat terapi.
Tujuan Terapi
·
Menyajikan kondisi-kondisi untuk
memaksimalkan kesadaran diri dan pertumbuhan.
·
Menghapus penghambat-penghambat
aktualisasi potensi pribadi. membantu klien menemukan dan menggunakan kebebasan
memilih dan memperluas kesadaran diri.
·
Membantu klien agar bebas dan bertanggung
jawab atas arah kehidupan sendiri.
Peran Terapis
Menurut
Buhler dan Allen, para ahli psikoterapi Humanistik memiliki orientasi bersama
yang mencakup hal-hal berikut:
·
Mengakui pentingnya pendekatan dari
pribadi ke pribadi
·
Menyadari peran dan tanggung jawab terapis
·
Mengakui sifat timbale balik dari hubungan
terapeutik.
·
Berorientasi pada pertumbuhan
·
Menekankan keharusan terapis terlibat
dengan klien sebagai suatu pribadi yang menyeluruh.
·
Mengakui bahwa putusan-putusan dan
pilihan-pilihan akhir terletak di tangan klien.
·
Memandang terapis sebagai model, bisa
secara implicit menunjukkan kepada klien potensi bagi tindakan kreatif dan
positif.
·
Mengakui kebebasan klien untuk
mengungkapkan pandagan dan untuk mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya
sendiri.
·
Bekerja kearah mengurangi
kebergantungan klien serta meningkatkan kebebasan klien.
Teknik Teknik Terapi
Free Association
Free
Association sebagai teknik utama dalam psikoanalisis. Salah satu pasien
Freud, menyebut metode free association sebagai “penyembuhan dengan
bicara”. Maksudnya suatu metode terapi yang dirancang untuk memberikan
kebebasan secara total kepada pasien dalam mengungkapkan segala apa yang
terlintas dibenaknya, termasuk mimpi-mimpi, berbagai fantasi, dan hal-hal
konflik dalam dirinya tanpa diagenda, dikomentari, ataupun banyak dipotong,
apalagi disensor. Asosiasi bebas merupakan suatu metode pemanggilan kembali
pengalaman-pengalaman masa lampau dan pelepasan emosi-emosi yang
berkaitan dengan situasi traumatis masa lalu, yang kemudian dikenal
dengankatarsis. Asosiasi merupakan salah satu dari peralatan dasar sebagai
pembuka pintu keinginan, khayalan, konflik, serta motivasi yang tidak
disadari. Dalam tehnik ini Freud menggunakan Hipnotis untuk mendapatkan
data-data dari klien mengenai hal-hal yang dia pikirkan dialam bawah sadarnya,
dengan tehnik ini klien dapat mengutarakan apapun yang dia rasakan tanpa ada
yang disembunyikan sehingga psikoterapis dapat menganalisis masalah apa yang
sebenarnya terjadi pada klien. Penerapan metode ini dilakukan dengan posisi
klien berbaring diatas dipan/sofa sementara terapis duduk dibelakangnya,
sehingga tidak mengalihkan perhatian klien pada saat-saat
asosiasinya mengalir dengan bebas. Dalam hal ini terapis fokus bertugas
untuk mendengarkan, mencatat, menganalisis bahan yang direpres,
memberitahu/membimbing pasien memperoleh insight (dinamika yang
mendasari perilaku yang tidak disadari).
Analisis Transference
Transferensi
adalah pengalihan sikap, perasaan dan khayalan pasien. Transferensi muncul
dengan sendirinya dalam proses terapeutik pada saat dimana kegiatan-kegiatan
klien masa lalu yang tak terselesaikan dengan orang lain, menyebabkan dia
mengubah masa kini dan mereaksi kepada analisis sebagai yang dia lakukan
kepada ibunya atau ayahnya ataupun siapapun. Transferensi berarti proses
pemindahan emosi-emosi yang terpendam atau ditekan sejak awal masa kanak-kanak
oleh pasien kepada terapis. Dalam keadaan neurosis, merupakan pemuasan
libido klien yang diperoleh melalui mekanisme pengganti atau lewat kasih
sayang yang melekat dan kasih sayang pengganti. Transferensi dinilai sebagai
alat yang sangat berharga bagi terapis untuk menyelidiki ketidaksadaran pasien
karena alat ini mendorong klien untuk menghidupkan kembali berbagai pengalaman
emosional dari tahun-tahun awal kehidupannya. Teknik analisis transferensi
dilakukan agar klien mampu mengembangkan tranferensinya guna mengungkap
kecemasan-kecemasan yang dialami pada masa lalunya (masa anak-anak), sehingga
terapis punya kesempatan untuk menginterpretasi tranferen. Dan pada teknik ini
terapis menggunakan sifat-sifat netral, objektif, anonim, dan pasif serta tidak
memberikan saran. Transferensi pada tahap yang paling kritis berefek abreaksi
(pelepasan tegangan emosional) pada pasien. Efek lain yang mungkin, ada dua,
yaitu positif dan negatif. Positif: saat pasien secara terbuka mentransferkan
perasaan-perasaannya sehingga menyebabkan kelekatan, ketergantungan, bahkan
cinta kepada terapis. Negatif: saat kebencian, ketidaksabaran, dan
kadang-kadang perlawanan yang keras terhadap terapis. Dan ini dapat
berefek fatal terhadap proses terapi.
Analisis Resisten
Resistensi
adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan mencegah klien mengemukakan
bahan yang tidak disadari. Selama asosiasi bebas dan analisis mimpi, klien
dapat menunjukkan ketidaksediaan untuk
menghubungkan pikiran, perasaan, dan pengalaman tertentu.
Freud memandang bahwa resistensi dianggap sebagai dinamika tak sadar yang
digunakan oleh klien sebagai pertahanan terhadap kecemasan yang tidak bisa
dibiarkan, yang akan meningkat jika klien menjadi sadar atas dorongan atau
perasaan yang direpres tersebut. Analisis dan penafsiran resistensi, ditujukan
untuk membantu klien agar menyadari alasan-alasan yang ada dibalik resistensi
sehingga dia bisa menanganinya, terapis meminta klien menafsirkan
resistensi. Tujuannya adalah mencegah material-material mengancam yang akan
memasuki kesadaran klien, dengan cara mencegah klien mengungkapkan hal-hal yang
tidak disadarinya.
Analisis Mimpi
Studi
Freud yang mendalam tentang mimpi melahirkan pandangan-pandangan kritisnya
tentang hal ini. Baginya mimpi merupakan perwujudan dari materi atau isi yang
tidak disadari, yang memasuki kesadaran lewat yang tersamar dan bersifat
halusinasi atas keinginan-keinginan yang terpaksa ditekan. Mimpi memiliki dua
taraf, yaitu isilaten dan isi manifes. Isi laten
terdiri atas motif-motif yang disamarkan, tersembunyi, simbolik, dan tidak
disadari. Karena begitu menyakitkan dan mengancam, maka dorongan-dorongan
seksual dan perilaku agresif tak sadar ditransformasikan ke dalam isi manifes
yang lebih dapat diterima, yaitu impian yang tampil pada si pemimpi sebagaimana
adanya. Bagian teori tentang mimpi yang paling hakiki dan vital bagi Freud
adalah adanya kaitan antara distorsi mimpi dengan suatu konflik batiniah atau
semacam ketidakjujuran batiniah. Oleh karena itu Freud mencetuskan teknik
analisis mimpi. Analisis mimpi merupakan prosedur yang penting untuk membuka
hal-hal yang tidak disadari dan membantu klien untuk memperoleh pemahaman
kepada masalah-masalah yang belum terpecahkan. Selama tidur,
pertahanan-pertahanan melemah, sehingga perasaan-perasaan yang direpres akan
muncul ke permukaan, meski dalam bentuk lain. Freud memandang bahwa mimpi
merupakan “jalan istimewa menuju ketidaksadaran”, karena melalui mimpi tersebut
hasrat-hasrat, kebutuhan-kebutuhan, dan ketakutan tak sadar dapat diungkapkan.
Pada teknik ini biasanya para psikoterapis memfokuskan mimpi-mimpi yang
bersifat berulang, menakutkan dan sudah pada taraf mengganggu. Tugas terapis
adalah mengungkap makna-makna yang disamarkan dengan mempelajari simbol-simbol
yang terdapat dalam isi manifes. Di dalam proses terapi, terapis juga
dapat meminta klien untuk mengasosiasikan secara bebas sejumlah aspek isi
manifes impian untuk mengungkap makna-makna yang terselubung.
Referensi:
Basuki, Heru.
2008. Psikologi Umum. Jakarta. Gunadarma
D.Gunarsa,
Prof.DR.Singgih. (1992). Konseling dan Psikoterapi. Gunung Mulia: Jakarta.
Gerald,
Corey. (2005). Theory and Practice of Counseling and
Psychoterapy. Thompson learning: USA.
Gunarsa, Singgih D.
1996. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta : BPK Gunung Mulia
Hartosujono. Diktat
Psikologi. Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa: Yogyakarta
Markam,
S.L.S., Sumarmo. (2007). Pengantar Psikologi Klinis. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia (UI-Press)
Maulany,
R.F. (1994). Buku Saku Psikoterapi: Residen Bagian Psikiatri UCLA.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Palmer,
Stephen. (2011). Konseling Psikoterapiditerjemahkan dari Introduction
to Counselling and Psychotherapy. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Pujosuwarno,
Sayekti. 1993. Berbagai Pendekatan Dalam Konseling. Yogyakarta.
Menara Mas Offset
Semiun, Yustinus. 2012.Teori-teori kepribadian 1 dan 2.
Penerbit Kanisius: Yogyakarta.
Surya, Mohamad.
2003. Teori-Teori Konseling. Bandung. Pustaka Bani Quraisy